Larangan Plastik Sekali Pakai Bukan Solusi Masalah Lingkungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Larangan penggunaan plastik sekali pakai telah menjadi isu yang banyak dibicarakan tahun ini. Terlebih setelah Gubernur DKI Jakarta , Anies Baswedan , mengesahkan regulasi larangan penggunaan plastik sekali pakai untuk kantong berbelanja. (Baca juga: 4G vs 5G, Benarkah Jaringan Internet Generasi Kelima Lebih Baik? )
Menurut Direktur Kemasan Group, Wahyudi Sulistya, problematika pelarangan penggunaan single-use plastic yang saat ini marak dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah lingkungan. Solusi dari permasalahan harus berkelanjutan dan dapat terukur, yakni dengan waste management yang berkelanjutan.
Solusi dari masalah ini sudah seharusnya difokuskan kepada pengelolaan sampah dengan prinsip ekonomi sirkular. Sebab, suatu hari nanti, sampah plastik akan menjadi sangat berharga.
"Karena sudah banyak penelitian dan pengembangan bahkan di Indonesia yang sudah berhasil mengkonversikan sampah plastik apapun menjadi benda berharga lain, termasuk menjadi energi, ataupun BBM," kata Wahyudi saat webinar Apakah Single-Use Plastic Ban Merupakan Solusi dari Masalah lingkungan di Indonesia?, Selasa (29/9/2020).
Lebih lanjut dijelaskan, ketika larangan penggunaan single-use untuk tas berbelanja disahkan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk pembungkus. Seperti spunbound ataupun paper bag.
Padahal sebetulnya tas pembungkus itu juga mengandung lapisan plastik Polypropylene atau PP. "Yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya," ujar Wahyudi. (Baca juga: Pengurus INSA Ramai-Ramai Tegaskan Kedaulatan Kapal Berbendera Indonesia, Ada Apa? )
Bahkan, tegas dia, masker surgical seperti 3Ply saja juga memiliki lapisan plastik. Jadi bisa dibayangkan, tidak mungkin melarang penggunaan single-use plastic. Karena lapisan plastik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di tengah pandemik COVID-19.
Jika perhatian pemerintah dan masyarakat ada pada sampah single-use plastic, seharusnya sampah masker juga menjadi perhatian. Sampah jenis ini sekarang sudah menumpuk. “Artinya, memang solusinya tidak bisa kita larang plastiknya, melainkan waste management," katanya kembali mengingatkan.
Dalam kesempatan yang sama, Praktisi Medis, Kardiana Dewi, berpendapat, di dunia medis, penggunaan single-use disarankan untuk menjaga higienitas di tengah pandemik ini agar meminimalisir risiko terpapar virus.
"Contohnya, dalam keseharian petugas medis yang mayoritas menggunakan alat single-use, termasuk juga APD, dan single-use surgical mask yang menjadi sangat krusial di masa pandemik ini," ungkap Kardiana. (Baca juga: Bulan Oktober LG Rilis TV dengan Layar Bisa Digulung, Harganya Rp1,3 Miliar )
Lihat Juga: Wujudkan Kota Hijau Ramah Lingkungan, Kang Emil Bakal Beri Insentif Warga yang Tanam Pohon di Ruang Privat
Menurut Direktur Kemasan Group, Wahyudi Sulistya, problematika pelarangan penggunaan single-use plastic yang saat ini marak dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah lingkungan. Solusi dari permasalahan harus berkelanjutan dan dapat terukur, yakni dengan waste management yang berkelanjutan.
Solusi dari masalah ini sudah seharusnya difokuskan kepada pengelolaan sampah dengan prinsip ekonomi sirkular. Sebab, suatu hari nanti, sampah plastik akan menjadi sangat berharga.
"Karena sudah banyak penelitian dan pengembangan bahkan di Indonesia yang sudah berhasil mengkonversikan sampah plastik apapun menjadi benda berharga lain, termasuk menjadi energi, ataupun BBM," kata Wahyudi saat webinar Apakah Single-Use Plastic Ban Merupakan Solusi dari Masalah lingkungan di Indonesia?, Selasa (29/9/2020).
Lebih lanjut dijelaskan, ketika larangan penggunaan single-use untuk tas berbelanja disahkan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk pembungkus. Seperti spunbound ataupun paper bag.
Padahal sebetulnya tas pembungkus itu juga mengandung lapisan plastik Polypropylene atau PP. "Yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya," ujar Wahyudi. (Baca juga: Pengurus INSA Ramai-Ramai Tegaskan Kedaulatan Kapal Berbendera Indonesia, Ada Apa? )
Bahkan, tegas dia, masker surgical seperti 3Ply saja juga memiliki lapisan plastik. Jadi bisa dibayangkan, tidak mungkin melarang penggunaan single-use plastic. Karena lapisan plastik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di tengah pandemik COVID-19.
Jika perhatian pemerintah dan masyarakat ada pada sampah single-use plastic, seharusnya sampah masker juga menjadi perhatian. Sampah jenis ini sekarang sudah menumpuk. “Artinya, memang solusinya tidak bisa kita larang plastiknya, melainkan waste management," katanya kembali mengingatkan.
Dalam kesempatan yang sama, Praktisi Medis, Kardiana Dewi, berpendapat, di dunia medis, penggunaan single-use disarankan untuk menjaga higienitas di tengah pandemik ini agar meminimalisir risiko terpapar virus.
"Contohnya, dalam keseharian petugas medis yang mayoritas menggunakan alat single-use, termasuk juga APD, dan single-use surgical mask yang menjadi sangat krusial di masa pandemik ini," ungkap Kardiana. (Baca juga: Bulan Oktober LG Rilis TV dengan Layar Bisa Digulung, Harganya Rp1,3 Miliar )
Lihat Juga: Wujudkan Kota Hijau Ramah Lingkungan, Kang Emil Bakal Beri Insentif Warga yang Tanam Pohon di Ruang Privat
(iqb)