Siap-siap Pandemi Setara Covid-19 Diprediksi Terjadi 60 Tahun Lagi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi yang skala dan tingkat kematiannya setara dengan pandemi Covid-19 diprediksi akan terjadi dalam waktu 60 tahun ke depan ungkap analisa peneliti dari University of Padua, Italia dan Duke University dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences baru-baru ini. Mengerikannya lagi pandemi akan jadi sebuah peristiwa yang akan kerap terjadi setelah ini.
Para peneliti dari University of Padua, Italia dan Duke University mengatakan bahwa Covid-19 merupakan salah satu wabah virus paling mematikan dalam lebih dari satu abad. Dalam penelitiannya mereka mempelajari penyebaran penyakit di seluruh dunia selama 400 tahun terakhir.
Dari situ mereka menemukan data statistik bahwa pandemi ekstrem mengalami perubahan pola kejadian. Yang semula jarang terjadi berubah sangat mungkin terjadi. Mereka bahkan memprediksi pandemi yang skala mematikannya sama dengan Covid-19 akan terjadi pada tahun 2080 atau sekitar 60 tahun lagi.
Dalam penelitiannya, Marco Marani dari University of Padua mengggunakan metode statistik baru untuk mengukur skala dan frekuensi wabah penyakit. Dengan catatan wabah tersebut belum mendapatkan intervensi medis yang cepat.
Analisis mereka meliputi wabah, cacar, kolera, tifus dan berbagai virus influenza baru selama empat abad terakhir. Observasi itu menemukan fakta adanya variabilitas yang cukup besar dalam tingkat di mana pandemi telah terjadi di masa lalu.
Dalam penelitiannya mereka berhasil menemukan pola dalam frekuensi wabah.Dari situ dimungkinkan untuk memprediksi kemungkinan peristiwa berskala serupa terjadi lagi. "Hal yang paling penting adalah bahwa pandemi besar seperti COVID-19 dan flu Spanyol relatif mungkin terjadi lagi," kata rekan penulis William Pan, dari Duke University.
Lebih lanjut mereka mengungkapkan bahwa kemungkinan wabah penyakit baru kemungkinan akan tumbuh tiga kali lipat dalam beberapa dekade mendatang. Dengan menggunakan faktor risiko yang meningkat ini, Marco Marani dan rekannya memperkirakan bahwa pandemi dengan skala yang serupa dengan Covid-19 kemungkinan akan terjadi dalam rentang waktu 60 tahun.
Mereka juga menghitung kemungkinan pandemi yang mampu melenyapkan semua kehidupan manusia, kemungkinan secara statistik terjadi dalam 12.000 tahun ke depan.
Peneliti lainnya Gabriel Katul dari Duke University mengatakan bahwa hitung-hitungan masa pandemi yang terjadi di masa depan bukan berarti manusia memiliki waktu yang cukup panjang sampai pandemi lainnya terjadi. Menurutnya bisa saja dalam kurun waktu yang berbeda pandemi itu lebih cepat terjadi.
"Seseorang mungkin secara keliru menganggap bahwa seseorang dapat menunggu 100 tahun lagi sebelum mengalami peristiwa serupa lainnya. Kesan ini salah karena seseorang bisa mendapatkan banjir 100 tahun lagi tahun depan," jelasnya.
William Pan mengatakan pandemi saat ini sering terjadi karena pertumbuhan populasi ekstrem, perubahan sistem pangan, degradasi lingkungan dan kontak yang lebih sering antara manusia dan hewan pembawa penyakit.
Dia mengatakan analisis statistik yang mereka lakukan hanya berusaha untuk mengkarakterisasi risiko. Bukan untuk menjelaskan apa yang mendorongnya, mereka berharap penelitian itu akan memicu eksplorasi lebih dalam tentang alasan tersebut.
"Penelitian ini merupakan sinyal untuk pentingnya respons dini terhadap kemunginkinan wabah penyakit yang ekstrem sekaligus membangun kemampuan untuk mengawasi kemungkinan terjadinya pandemi dalam tingkat lokal dan global," jelas William Pan.
Para peneliti dari University of Padua, Italia dan Duke University mengatakan bahwa Covid-19 merupakan salah satu wabah virus paling mematikan dalam lebih dari satu abad. Dalam penelitiannya mereka mempelajari penyebaran penyakit di seluruh dunia selama 400 tahun terakhir.
Dari situ mereka menemukan data statistik bahwa pandemi ekstrem mengalami perubahan pola kejadian. Yang semula jarang terjadi berubah sangat mungkin terjadi. Mereka bahkan memprediksi pandemi yang skala mematikannya sama dengan Covid-19 akan terjadi pada tahun 2080 atau sekitar 60 tahun lagi.
Dalam penelitiannya, Marco Marani dari University of Padua mengggunakan metode statistik baru untuk mengukur skala dan frekuensi wabah penyakit. Dengan catatan wabah tersebut belum mendapatkan intervensi medis yang cepat.
Analisis mereka meliputi wabah, cacar, kolera, tifus dan berbagai virus influenza baru selama empat abad terakhir. Observasi itu menemukan fakta adanya variabilitas yang cukup besar dalam tingkat di mana pandemi telah terjadi di masa lalu.
Dalam penelitiannya mereka berhasil menemukan pola dalam frekuensi wabah.Dari situ dimungkinkan untuk memprediksi kemungkinan peristiwa berskala serupa terjadi lagi. "Hal yang paling penting adalah bahwa pandemi besar seperti COVID-19 dan flu Spanyol relatif mungkin terjadi lagi," kata rekan penulis William Pan, dari Duke University.
Lebih lanjut mereka mengungkapkan bahwa kemungkinan wabah penyakit baru kemungkinan akan tumbuh tiga kali lipat dalam beberapa dekade mendatang. Dengan menggunakan faktor risiko yang meningkat ini, Marco Marani dan rekannya memperkirakan bahwa pandemi dengan skala yang serupa dengan Covid-19 kemungkinan akan terjadi dalam rentang waktu 60 tahun.
Mereka juga menghitung kemungkinan pandemi yang mampu melenyapkan semua kehidupan manusia, kemungkinan secara statistik terjadi dalam 12.000 tahun ke depan.
Peneliti lainnya Gabriel Katul dari Duke University mengatakan bahwa hitung-hitungan masa pandemi yang terjadi di masa depan bukan berarti manusia memiliki waktu yang cukup panjang sampai pandemi lainnya terjadi. Menurutnya bisa saja dalam kurun waktu yang berbeda pandemi itu lebih cepat terjadi.
"Seseorang mungkin secara keliru menganggap bahwa seseorang dapat menunggu 100 tahun lagi sebelum mengalami peristiwa serupa lainnya. Kesan ini salah karena seseorang bisa mendapatkan banjir 100 tahun lagi tahun depan," jelasnya.
William Pan mengatakan pandemi saat ini sering terjadi karena pertumbuhan populasi ekstrem, perubahan sistem pangan, degradasi lingkungan dan kontak yang lebih sering antara manusia dan hewan pembawa penyakit.
Dia mengatakan analisis statistik yang mereka lakukan hanya berusaha untuk mengkarakterisasi risiko. Bukan untuk menjelaskan apa yang mendorongnya, mereka berharap penelitian itu akan memicu eksplorasi lebih dalam tentang alasan tersebut.
"Penelitian ini merupakan sinyal untuk pentingnya respons dini terhadap kemunginkinan wabah penyakit yang ekstrem sekaligus membangun kemampuan untuk mengawasi kemungkinan terjadinya pandemi dalam tingkat lokal dan global," jelas William Pan.
(wsb)