Gelombang Kejut Letusan Gunung Berapi Tonga Ciptakan Tsunami di 2 Lautan Berbeda

Rabu, 26 Januari 2022 - 07:07 WIB
loading...
Gelombang Kejut Letusan Gunung Berapi Tonga Ciptakan Tsunami di 2 Lautan Berbeda
Letusan Gunung Berapi Hunga Tonga-Hunga Haapai pada 15 Januari 2022 yang kekuatannya sangat dahsyat menciptakan gelombang tsunami berbeda di dua lautan. Foto/shkmgmcnuh
A A A
LETUSAN Gunung Berapi Hunga Tonga -Hunga Ha'apai pada 15 Januari 2022 yang kekuatannya sangat dahsyat menciptakan gelombang tsunami berbeda di dua lautan. Tsunami yang tidak biasa ditemukan di Samudra Pasifik dan Atlantik didorong oleh tekanan udara atau gelombang kejut letusan Gunung Berapi Tonga.

Ketika Gunung Berapi Tonga yang sebagian besar tubuhnya terendam di Samudra Pasifik Selatan, meledak, menyebabkan gelombang tsunami yang menghantam garis pantai Pasifik. Namun, sekitar 3 jam sebelum menghantam Jepang, para peneliti mendeteksi gelombang tsunami kecil lainnya.

Lebih aneh lagi, gelombang tsunami kecil setinggi 10 sentimeter terdeteksi pada waktu yang hampir bersamaan di Laut Karibia, yang berada di cekungan samudra yang sama sekali berbeda. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apa yang sedang terjadi?

(Baca juga; Dampak Letusan Tonga, NASA Sebut Pulau Vulkanik di Nukualofa Lenyap )

Para peneliti mengatakan hanya ada satu penjelasan yang masuk akal: ini adalah gelombang kejut akibat ledakan yang sangat kuat. Gelombang kejut Gunung Berapi Tonga yang menyebar di seluruh dunia mendekati kecepatan suara, memicu tsunami berbeda di lautan Pasifik dan Atlantik.

“Ini adalah pertama kalinya gelombang kejut vulkanik terlihat menciptakan tsunaminya sendiri,” kata Greg Dusek, ahli kelautan fisik di National Oceanic and Atmospheric Administration dikutip SINDOnews dari laman science.org, Rabu (26/1/2022). Dusek mendokumentasikan fenomena tersebut menggunakan kombinasi pengukur pasang surut dan tekanan di seluruh dunia.

Penemuan ini menunjukkan gelombang kejut akibat letusan eksplosif juga pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Bumi, yang menciptakan tsunami lintas samudera. "Ini hampir pasti terjadi di masa lalu," kata Mark Boslough, fisikawan di University of New Mexico, Albuquerque.

Jadi tsunami klasik ini, adalah fenomena yang sudah pernah terjadi di masa lalu dengan berbagai pemicu. Termasuk cuaca yang kuat juga dapat menciptakan gelombang gelombang garis pantai, yang disebut meteotsunami.

(Baca juga; Letusan Gunung Tonga Begitu Dahsyat, Ilmuwan Selandia Baru Ungkap Faktanya )

Dusek mengatakan meteotsunami terjadi sekitar 25 kali setahun di pantai timur AS. Sebagian besar menghasilkan ketinggian gelombang hanya beberapa sentimeter—hampir tidak terlihat dan jelas tidak mengancam.

Namun terkadang, mereka dapat menyebabkan kekacauan. Pada 2013, misalnya, gelombang 2 meter meteotsunami melukai tiga orang di New Jersey. Dan yang 3 meter di Pantai Daytona Florida melukai 75 orang pada tahun 1992.

Gerard Fryer, seorang peneliti tsunami emeritus di University of Hawaii, Manoa, mengatakan tsunami gelombang kejut Tonga bukanlah meteotsunami yang sebenarnya. "Itu tidak melibatkan cuaca," katanya. Tapi itu menciptakan gelombang tekanan yang dilacak dengan gerakan gelombang laut ke pantai.

Kecepatan gelombang kejut Tonga sekitar 300 meter per detik membedakannya dari meteotsunami tradisional. Kecepatan itu juga menjelaskan mengapa meteotsunami muncul di Jepang beberapa jam sebelum tsunami klasik gunung terse but menghantam.

(Baca juga; Diameter Awan Vulkanik Gunung Tonga Mencapai 650 Km, Mampu Lenyapkan Korut dan Korsel )

Kecepatan gelombang laut dibatasi oleh kedalaman air, dengan gelombang yang lebih cepat membutuhkan kedalaman yang lebih besar. Jadi jika gelombang laut itu ingin mengikuti gelombang tekanan udara dan menjadi lebih kuat, mereka membutuhkan perairan yang dalam.

Dusek mengatakan itu menjelaskan mengapa gelombang meteotsunami gunung berapi paling jelas terlihat di Jepang dan di Karibia: Mereka memiliki parit laut dalam. Faktor lainnya, tsunami gelombang kejut dipercaya dipicu oleh ledakan letusan yang lebih kuat.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3365 seconds (0.1#10.140)