Penemuan Baru, Campuran Bakteri Bikin Bahan Bakar Roket Jadi Super-Efisien

Senin, 04 Juli 2022 - 20:01 WIB
loading...
Penemuan Baru, Campuran Bakteri Bikin Bahan Bakar Roket Jadi Super-Efisien
Penampakan bakteri Streptomyces yang mengilhami bahan bakar roket jenis baru yang potensial. Foto/Space.com
A A A
FLORIDA - Penemuan biofuel baru yang dikembangkan menggunakan campuran molekul antijamur yang dihasilkan bakteri Streptomyces, membuat bahan bakar roket jadi super-efisien. Selain ramah lingkungan, bahan bakar ini jauh lebih padat daripada bahan bakar roket yang digunakan saat ini.

Bahan bakar kombinasi yang ramah lingkungan ini dapat dipasangkan dengan booster tambahan dengan varian bahan bakar yang biasa digunakan untuk meluncurkan roket. Saat ini banyak mesin roket menggunakan bahan bakar oksigen cair dan hidrogen cair sebagai propelan.

“Bahan bakar ini akan dihasilkan dari bakteri yang diberi makan dengan materi tanaman, membakarnya di mesin akan secara signifikan mengurangi efek gas rumah kaca,” kata pemimpin proyek, Jay Keasling, CEO Gabungan Departemen Energi Institut BioEnergy, dikutip SINDOnews dari laman Space.com, Senin (4/7/2022).

Para peneliti menambahkan, biofuel yang digerakkan oleh bakteri sangat energik dan berpotensi meningkatkan kemampuan roket. Molekul kunci ini disebut POP-FAME, kependekan dari "polycylcopropanated fatty acid methyl esters."



Struktur molekul-molekul ini termasuk cincin tiga karbon berbentuk segitiga yang meregangkan ikatan karbon-karbon menjadi sudut 60 derajat yang ekstrem. Strain ini menghasilkan energi pembakaran potensial tinggi, dan struktur yang tidak biasa juga memungkinkan molekul bahan bakar untuk dikompres menjadi volume yang relatif kecil, kata para peneliti.

Kombinasi karakteristik itu dapat bekerja dengan baik untuk penerbangan luar angkasa. Ini menjadi solusi para insinyur penerbangan yang selalu berusaha mengurangi massa peluncuran untuk menghemat bahan bakar dan biaya.

Tim peneliti berfokus pada dua contoh senyawa organik yang diketahui dengan cincin tiga karbon, keduanya dihasilkan oleh bakteri Streptomyces. Sementara bentuk kehidupan ini sangat sulit untuk tumbuh di laboratorium, spesies dalam genus yang disebut Streptomyces roseoverticillatus dianalisis secara genetik.



Kemudian pada tahun 1990, para ilmuwan mengumumkan penemuan produk alami yang disebut jawsamycin. Molekul "bergigi" ini, yang menampilkan lima cincin siklopropana, mengilhami tim Keasling untuk memeriksa genom spesies Streptomyces terkait untuk aplikasi bahan bakar roket potensial.
Penemuan Baru, Campuran Bakteri Bikin Bahan Bakar Roket Jadi Super-Efisien


Mereka kemudian menemukan "bahan yang diperlukan" untuk POP-FAME di strain lain, Streptomyces albireticuli. Seperti banyak kerabatnya, Streptomyces albireticuli terbukti menjadi diva lab, pada awalnya menolak untuk membuat POP-FAME yang cukup untuk dianalisis para peneliti.

“Asam lemak yang dihasilkan mengandung hingga tujuh cincin siklopropana yang dirantai pada tulang punggung karbon, menghasilkan nama fuelimycins. Dalam proses yang mirip dengan produksi biodiesel, molekul-molekul ini hanya memerlukan satu langkah pemrosesan kimia tambahan sebelum dapat berfungsi sebagai bahan bakar," keterangan siaran pers.



Tahap selanjutnya dalam pengembangan bahan bakar roket adalah menghasilkan molekul yang cukup untuk uji lapangan, yang umumnya membutuhkan setidaknya 10 kilogram. Para peneliti belum sampai di sana, itulah sebabnya penelitian ini masih bersifat tentatif saat ini.
Penemuan Baru, Campuran Bakteri Bikin Bahan Bakar Roket Jadi Super-Efisien


Namun, data simulasi hingga saat ini menunjukkan bahwa POP-FAME dapat menghasilkan nilai kepadatan energi 50 megajoule per liter setelah pemrosesan kimia. Itu peningkatan yang mencolok dibandingkan bensin (32 megajoule per liter) dan RP-1, bahan bakar roket berbasis minyak tanah yang menawarkan sekitar 35 megajoule per liter.

POP-FAME secara khusus memiliki struktur yang dekat dengan bahan bakar roket berbasis minyak bumi eksperimental, menunjukkan bahwa molekul yang dihasilkan bakteri ini mungkin merupakan alternatif yang layak. Bahan bakar eksperimental, yang disebut Syntin, dikembangkan di Uni Soviet pada 1960-an.

Sementara Syntin digunakan dalam peluncuran roket Soyuz pada 1970-an dan 1980-an, biaya tinggi, potensi ledakan, dan toksisitas akhirnya menyebabkan Uni Soviet meninggalkan bahan bakar tersebut. Tim POP-FAME sekarang bekerja untuk meningkatkan efisiensi produksi bakteri untuk pengujian pembakaran.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3104 seconds (0.1#10.140)