Mengenal Sesar Opak yang Aktif dan Punya Karakter Unik

Selasa, 13 Desember 2022 - 21:00 WIB
loading...
Mengenal Sesar Opak yang Aktif dan Punya Karakter Unik
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melakukan survei jalur Sesar Opak guna memitigasi potensi gempa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 10 Januari 2021. Foto/BMKG
A A A
JAKARTA - Sesar Opak (Opak Fault/OF) merupakan patahan aktif yang membentang di tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sesar Opak bergerak aktif sehingga kerap kali menjadi penyebab terjadi gempa yang mengguncang Yogyakarta.

Dikutip dari laman researchgate, sebutan sesar Opak secara umum digunakan mengacu pada patahan di bawah permukaan sungai Opak yang tertutup oleh endapan gunung merapi terletak di Kabupaten Bantul, sebelah Tenggara Yogyakarta.

Kekhawatiran awal pada Sesar Opak tampaknya terbangun sejak Dr SW Visser, Profesor Meteorologi Terapan, Klimatologi, dan Oseanografi, melaporkan bahwa penyebab gempa Yogyakarta pada 10 Juni 1867 pusatnya terletak di dekat sungai opak.

Berdasaran laporan Koran De Locomotief, disadur dari Majalah Geomagz milik Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, gempa terjadi pukul 04.25 berkekuatan 6,8 magnitudo.



Berdasarkan data dari makalah Present-Day Surface Deformation along the Opak Fault, Yogyakarta, Observed Using Sentinel-1 Interferometric Wide-Swath Data, yang dikutip dari laman scientific, sejak tahun 1821 beberapa gempa moderat berkekuatan 5-6 magnitudo pernah menguncang Yogyakarta.

Gempa pada 27 Mei 2006 pukul 05.54 WIB merupakan salah satu gempa yang paling mematikan di Yogyakarta. Sejak gempa itu Sesar Opak menjadi terkenal dan dipercaya menjadi penyebab gempa tersebut.

Mencari lokasi Sesar Opak secara tepat, menurut jurnal Irham Nurwidyanto, Kirbani Sri Brotopuspito, Waluyo dan Sismanto yang diterbitkan Jurusan Fisika FMIPA UGM, sulit untuk diketahui.

Diperkirakan Sesar Opak membentang sepanjang aliran Sungai Opak dari Prambanan sampai muaranya di sebelah barat Parangtritis. Muara Sungai Opak sendiri merupakan bagian dari dataran rendah Yogyakarta.

Daerah ini terbentuk dari susunan endapan fluvio volkanik Gunung Merapi. Sebelah timur Sungai Opak tersusun batuan sedimen dan dataran tinggi di Wonosari terdiri dari batu gamping terumbu dan lain-lain.



Dalam jurnal UGM milik Egie Wijaksono, Sesar Opak diperkirakan memiliki kedalaman rata-rata sekitar 55 meter sampai 82 meter dengan pergeseran berkisar antara 5 meter sampai 10 meter. Sampai saat ini penelitian terkait Sesar Opak terus dilakukan guna memahami sifat alami dari patahan tektonik ini.

Terbaru, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan penyisiran jalur Sesar Opak guna memitigasi potensi gempa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 10 Januari 2021. Survei dan kajian geologi tersebut mengambil lokasi di enam titik, yaitu Kalidadap, Goa Cerme, Lenteng Satu, Kedungrejo, Kedung Tolok, dan Sungai Kaliurang.

“Keenam lokasi tersebut dipilih karena termasuk dalam jalur Sesar Opak,” ungkap Kepala BMKG. Dwikorita Karnawati dikutip dari laman resmi BMKG.

Dwikorita mengatakan, survei dilakukan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang tampak dipermukaan sebagai bagian dari proses validasi hasil pengolahan data seismik Tim BMKG. Survei melibatkan pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yaitu Prof Dr Ir Subagyo Pramumijoyo DEA dan Ir Gayatri Indah Marliyani, ST, MSc, PhD.

“Hasil survei ini menjadi pijakan untuk mengenali lebih detail Sesar Opak dan mengantisipasi dampak dan kemungkinan yang timbul dari sesar ini. Mengingat sesar ini berkategori sangat aktif," ujar Dwikornita.
Mengenal Sesar Opak yang Aktif dan Punya Karakter Unik




Dikutip dari laman ieeexplore, dari hasil penelitian bahwa di daerah Sesar Opak mengalami deformasi dengan laju kecepatan horizontal yang bervariasi. Sebagian besar bergerak ke arah tenggara sebagai akibat dari pergerakan lempeng Eurasia dan Indo-Australia.

Berdasarkan perhitungan regangan utama dengan menggunakan metode modified least square, nilai laju regangan daerah Sesar Opak kurang dari 1 mikro regangan/tahun dengan dominasi regangan ekstensional. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menangkap deformasi postseismik perlu menggunakan data kontinu.

MG/Ari Achmad Dhani
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1355 seconds (0.1#10.140)