Fakta Ilmiah di Balik Jamur Zombi Cordyceps di Serial The Last of Us
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serial HBO terbaru yang diadaptasi dari game, The Last of Us , bikin heboh. Bukan hanya karena Jakarta jadi kota sentral di serial tersebut. Bukan juga karena kepiawaian aktor Christine Hakim yang berperan sebagai Ratna Pertiwi.
Tapi, banyak juga yang bertanya-tanya soal pandemi akibat dari infeksi jamur Cordyceps.
Bisakah wabah zombi terjadi karena jamur? Dan benarkah jamur-jamur zombi itu bisa mengendalikan pikiran inangnya, termasuk manusia?
“Pandemi jamur sangat mungkin terjadi,” jawab Norman Van Rhijn, ahli mikologi yang meneliti infeksi jamur di University of Manchester kepada Insider.
Menurut Norman, memang ada spesies jamur yang saat ini dikenal sains menimbulkan ancaman pandemi bagi manusia. Bahkan, infeksi jamur terus meningkat di seluruh dunia. Beberapa bahkan khawatir super-patogen baru dapat muncul dari kerajaan jamur.
“Potensinya sangat besar untuk munculnya patogen baru,” kata Tom Chiller, kepala cabang penyakit jamur dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.
“Saya tidak akan terkejut bahwa lebih banyak jamur muncul sebagai patogen manusia, yang menjadi lebih sulit untuk diobati dan lebih menular,” katanya. Patogen merupakan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organisme lain, termasuk jamur.
Nah, berikut beberapa fakta ilmiah dan fiksi ilmiah di balik serial “The Last of Us”, dan ancaman yang ditimbulkan oleh jamur:
1. Fakta: Jamur Zombi Memang Ada
Zombi dalam “The Last of Us” mekar dengan sulur jamur yang disebut Cordyceps, yang tumbuh dari kepala dan mulut inangnya, lantas menjangkau korban baru.
Cordyceps memang nyata, tetapi hanya ada di otak dan tubuh serangga. Yang paling sering, semut. Jamur tumbuh di dalam tubuh semut, menyebabkan semut memanjat ke atas, lalu bertunas dari kepalanya dan melepaskan spora, menyebar ke mana-mana.
Namun, Cordyceps tidak dapat bertahan pada suhu tubuh manusia. Sehingga tidak dapat menginfeksi manusia. Ada juga spesies jamur lain menghasilkan zat yang dapat mengubah pikiran dan memengaruhi perilaku manusia.
2. Fakta: Jamur Bisa Mempengaruhi Otak dan Perilaku Manusia
Beberapa jamur dapat mempengaruhi otak dan perilaku manusia. Contohnya psilocybin, senyawa halusinogen dalam magic mushroom yang tumbuh di kotoran sapi. Jamur ergot juga memiliki reputasi untuk mengubah pikiran manusia.
“Setiap kali Anda minum bir, perilaku Anda dipengaruhi oleh produk sampingan dari jamur, yaitu etanol,” kata David Hughes, yang mempelajari Cordyceps dan konsultan video game “The Last of Us”.
Jamur Cryptococcus juga dapat menyebar dari paru-paru ke otak dan menyebabkan meningitis — peradangan — yang dapat mengubah perilaku. Namun, jamur pengubah pikiran “tidak bisa melompat ke tubuh manusia dan memengaruhi perilaku yang memungkinkan penularan,” kata Hughes.
3. Fiksi: Penularan Zombi Jamur Antar Manusia
Penyakit jamur dapat menular dari hewan ke manusia. Tetapi gagasan bahwa jamur seperti Cordyceps dapat bermutasi sehingga bisa melompat dari serangga ke manusia dan tetap mempertahankan kemampuannya untuk memanipulasi perilaku tidak masuk akal.
“Semut dan manusia sangat berbeda. Kita memiliki sistem kekebalan, kita hidup pada suhu yang berbeda. Suhu tubuh manusia jauh lebih tinggi. Jadi ada beberapa hal mendasar yang akan sangat sulit bagi jamur tertentu untuk hidup,” beber Hughes.
4. Fakta: Belum Ada Vaksin untuk Jamur Pembunuh
Dalam The Last of Us, kasus pertama Cordyceps di manusia muncul di Jakarta. Diceritakan, pemerintah meminta ahli mikologi (Christine Hakim) untuk mengidentifikasi jamur di bawah mikroskop. Ia juga melihat jamur keluar dari mulut warga sipil yang telah meninggal.
“Tidak ada obat. Tidak ada vaksin,” kata Christine Hakim dengan muram kepada seorang pejabat pemerintah. Dia merekomendasikan agar pemerintah mengebom seluruh kota.
Dalam kehidupan nyata, memang benar bahwa tidak ada vaksin untuk infeksi jamur yang mematikan. Hanya ada beberapa kelas obat, dan tidak selalu dapat diandalkan.
Karena jamur sangat mirip dengan manusia pada tingkat sel, banyak obat penangkalnya juga beracun bagi tubuh manusia. Menurut Aksi Global untuk Infeksi Jamur, jamur membunuh lebih banyak orang daripada malaria.
“Masalah dengan jamur adalah kita tidak memiliki banyak alat untuk mengendalikannya,” kata Hughes. Beberapa jamur mematikan, seperti Candida auris, yang muncul pada 2009, bahkan telah mengembangkan resistensi yang kuat terhadap obat antijamur. Dalam wabah rumah sakit, Candida auris membunuh 29% hingga 53% korbannya,menurutWHO.
Tapi, banyak juga yang bertanya-tanya soal pandemi akibat dari infeksi jamur Cordyceps.
Bisakah wabah zombi terjadi karena jamur? Dan benarkah jamur-jamur zombi itu bisa mengendalikan pikiran inangnya, termasuk manusia?
“Pandemi jamur sangat mungkin terjadi,” jawab Norman Van Rhijn, ahli mikologi yang meneliti infeksi jamur di University of Manchester kepada Insider.
Menurut Norman, memang ada spesies jamur yang saat ini dikenal sains menimbulkan ancaman pandemi bagi manusia. Bahkan, infeksi jamur terus meningkat di seluruh dunia. Beberapa bahkan khawatir super-patogen baru dapat muncul dari kerajaan jamur.
“Potensinya sangat besar untuk munculnya patogen baru,” kata Tom Chiller, kepala cabang penyakit jamur dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.
“Saya tidak akan terkejut bahwa lebih banyak jamur muncul sebagai patogen manusia, yang menjadi lebih sulit untuk diobati dan lebih menular,” katanya. Patogen merupakan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organisme lain, termasuk jamur.
Nah, berikut beberapa fakta ilmiah dan fiksi ilmiah di balik serial “The Last of Us”, dan ancaman yang ditimbulkan oleh jamur:
1. Fakta: Jamur Zombi Memang Ada
Zombi dalam “The Last of Us” mekar dengan sulur jamur yang disebut Cordyceps, yang tumbuh dari kepala dan mulut inangnya, lantas menjangkau korban baru.
Cordyceps memang nyata, tetapi hanya ada di otak dan tubuh serangga. Yang paling sering, semut. Jamur tumbuh di dalam tubuh semut, menyebabkan semut memanjat ke atas, lalu bertunas dari kepalanya dan melepaskan spora, menyebar ke mana-mana.
Namun, Cordyceps tidak dapat bertahan pada suhu tubuh manusia. Sehingga tidak dapat menginfeksi manusia. Ada juga spesies jamur lain menghasilkan zat yang dapat mengubah pikiran dan memengaruhi perilaku manusia.
2. Fakta: Jamur Bisa Mempengaruhi Otak dan Perilaku Manusia
Beberapa jamur dapat mempengaruhi otak dan perilaku manusia. Contohnya psilocybin, senyawa halusinogen dalam magic mushroom yang tumbuh di kotoran sapi. Jamur ergot juga memiliki reputasi untuk mengubah pikiran manusia.
“Setiap kali Anda minum bir, perilaku Anda dipengaruhi oleh produk sampingan dari jamur, yaitu etanol,” kata David Hughes, yang mempelajari Cordyceps dan konsultan video game “The Last of Us”.
Jamur Cryptococcus juga dapat menyebar dari paru-paru ke otak dan menyebabkan meningitis — peradangan — yang dapat mengubah perilaku. Namun, jamur pengubah pikiran “tidak bisa melompat ke tubuh manusia dan memengaruhi perilaku yang memungkinkan penularan,” kata Hughes.
3. Fiksi: Penularan Zombi Jamur Antar Manusia
Penyakit jamur dapat menular dari hewan ke manusia. Tetapi gagasan bahwa jamur seperti Cordyceps dapat bermutasi sehingga bisa melompat dari serangga ke manusia dan tetap mempertahankan kemampuannya untuk memanipulasi perilaku tidak masuk akal.
“Semut dan manusia sangat berbeda. Kita memiliki sistem kekebalan, kita hidup pada suhu yang berbeda. Suhu tubuh manusia jauh lebih tinggi. Jadi ada beberapa hal mendasar yang akan sangat sulit bagi jamur tertentu untuk hidup,” beber Hughes.
4. Fakta: Belum Ada Vaksin untuk Jamur Pembunuh
Dalam The Last of Us, kasus pertama Cordyceps di manusia muncul di Jakarta. Diceritakan, pemerintah meminta ahli mikologi (Christine Hakim) untuk mengidentifikasi jamur di bawah mikroskop. Ia juga melihat jamur keluar dari mulut warga sipil yang telah meninggal.
“Tidak ada obat. Tidak ada vaksin,” kata Christine Hakim dengan muram kepada seorang pejabat pemerintah. Dia merekomendasikan agar pemerintah mengebom seluruh kota.
Dalam kehidupan nyata, memang benar bahwa tidak ada vaksin untuk infeksi jamur yang mematikan. Hanya ada beberapa kelas obat, dan tidak selalu dapat diandalkan.
Karena jamur sangat mirip dengan manusia pada tingkat sel, banyak obat penangkalnya juga beracun bagi tubuh manusia. Menurut Aksi Global untuk Infeksi Jamur, jamur membunuh lebih banyak orang daripada malaria.
“Masalah dengan jamur adalah kita tidak memiliki banyak alat untuk mengendalikannya,” kata Hughes. Beberapa jamur mematikan, seperti Candida auris, yang muncul pada 2009, bahkan telah mengembangkan resistensi yang kuat terhadap obat antijamur. Dalam wabah rumah sakit, Candida auris membunuh 29% hingga 53% korbannya,menurutWHO.
(dan)