Hiu Megalodon Raksasa Punah Akibat Berdarah Panas
loading...
A
A
A
CALIFORNIA - Megalodon (Otodus megalodon) yang pernah hidup sekitar 23 hingga 3,6 juta tahun lalu diperkirakan punah akibat berdarah panas. Suhu tubuhnya yang lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya membuat Megalodon tidak bisa bertahan ketika terjadi pendinginan global pada periode Pliosen.
Sebuah analisis baru dari gigi yang ditinggalkan oleh megalodon menunjukkan bahwa hiu raksasa yang telah punah itu setidaknya sebagian berdarah panas, seperti beberapa hiu saat ini. Sifat biologis ini memberi predator keunggulan sebagai pemburu untuk bergerak cepat, namun rentan terhadap perubahan iklim.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa megalodon memiliki suhu tubuh yang lebih hangat dibandingkan dengan lingkungan sekitar dan spesies hiu lain yang hidup berdampingan,” kata Michael Griffiths, ahli geokimia dari Universitas William Paterson dikutip SINDOnews dari laman Science Alert, Selasa (27/6/2023).
Analisis oleh para ilmuwan lingkungan mengungkapkan bahwa hiu yang menakutkan itu berdarah panas dan dapat mengatur suhu tubuhnya. Berdasarkan analisis enamel gigi, para peneliti menemukan spesies purba tersebut dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 7 derajat Celcius lebih hangat daripada air di sekitarnya.
“Perbedaan suhu lebih besar dari hiu lain yang hidup berdampingan dengan megalodon dan cukup besar untuk dihitung sebagai hiu berdarah panas,” kata Robert Eagle, asisten profesor ilmu atmosfer dan kelautan di University of California, Los Angeles.
Penemuan ini dapat membantu menjelaskan alasan megalodon punah 3,6 juta tahun yang lalu, karena membutuhkan begitu banyak energi untuk tetap hangat. Apalagi studi sebelumnya menunjukkan ukuran tubuh megalodon bisa mencapai panjang 50 kaki (15 meter) hingga 65 kaki (20 meter).
Megalodon hidup selama Zaman Pliosen, yang dimulai 5,33 juta tahun lalu dan berakhir 2,58 juta tahun lalu. Pendinginan global selama periode itu menyebabkan permukaan laut dan perubahan ekologi sehingga megalodon tidak dapat bertahan. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sebuah analisis baru dari gigi yang ditinggalkan oleh megalodon menunjukkan bahwa hiu raksasa yang telah punah itu setidaknya sebagian berdarah panas, seperti beberapa hiu saat ini. Sifat biologis ini memberi predator keunggulan sebagai pemburu untuk bergerak cepat, namun rentan terhadap perubahan iklim.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa megalodon memiliki suhu tubuh yang lebih hangat dibandingkan dengan lingkungan sekitar dan spesies hiu lain yang hidup berdampingan,” kata Michael Griffiths, ahli geokimia dari Universitas William Paterson dikutip SINDOnews dari laman Science Alert, Selasa (27/6/2023).
Analisis oleh para ilmuwan lingkungan mengungkapkan bahwa hiu yang menakutkan itu berdarah panas dan dapat mengatur suhu tubuhnya. Berdasarkan analisis enamel gigi, para peneliti menemukan spesies purba tersebut dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 7 derajat Celcius lebih hangat daripada air di sekitarnya.
“Perbedaan suhu lebih besar dari hiu lain yang hidup berdampingan dengan megalodon dan cukup besar untuk dihitung sebagai hiu berdarah panas,” kata Robert Eagle, asisten profesor ilmu atmosfer dan kelautan di University of California, Los Angeles.
Penemuan ini dapat membantu menjelaskan alasan megalodon punah 3,6 juta tahun yang lalu, karena membutuhkan begitu banyak energi untuk tetap hangat. Apalagi studi sebelumnya menunjukkan ukuran tubuh megalodon bisa mencapai panjang 50 kaki (15 meter) hingga 65 kaki (20 meter).
Megalodon hidup selama Zaman Pliosen, yang dimulai 5,33 juta tahun lalu dan berakhir 2,58 juta tahun lalu. Pendinginan global selama periode itu menyebabkan permukaan laut dan perubahan ekologi sehingga megalodon tidak dapat bertahan. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
(wib)