Mengenal Badai Daniel yang Merenggut Ribuan Nyawa di Libya hingga Jalur Gaza
loading...
A
A
A
Namun badai Daniel tidak sepenuhnya bertanggungjawab atas kehancuran yang terjadi di Derna, lantaran infrastruktur, termasuk bendungan yang jebol, sudah berada dalam kondisi buruk. Lebih dari satu dekade setelah kota-kota di Libya dibombardir oleh angkatan laut NATO dan pesawat-pesawat tempur yang mendukung pemberontakan melawan Muammar Gaddafi , Libya tidak siap menghadapi cuaca ekstrem yang dibawa Daniel.
“Penting untuk menyadari bahwa badai itu sendiri bukan hanya satu-satunya penyebab hilangnya nyawa,” kata Dr Kevin Collins, dosen senior bidang lingkungan dan sistem di Universitas Terbuka.
Dia memaparkan faktor lain juga berkontribusi seperti terbatasnya kemampuan Libya dalam memperkirakan dampak cuaca, sistem peringatan dan evakuasi terbatas, hingga standar perencanaan dan desain untuk infrastruktur dan kota.
“Seiring dengan perubahan iklim, pemahaman, perencanaan, dan adaptasi terhadap peristiwa yang lebih ekstrem ini perlu dilakukan oleh individu, dunia usaha, dan komunitas di semua negara.”
Prof Lizzie Kendon, profesor ilmu iklim di Institut Lingkungan Cabot Universitas Bristol, memperkirakan intensitas curah hujan lebat akan meningkat seiring dengan pemanasan dunia. Hal ini akan memicu terjadinya peristiwa-peristiwa ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Badai Daniel adalah ilustrasi dari jenis bencana banjir dahsyat yang mungkin akan semakin meningkat di masa depan, namun kejadian seperti itu bisa saja terjadi karena variabilitas alami iklim – seperti yang terjadi di masa lalu. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian sebelum mengaitkan peristiwa ekstrem tertentu dengan perubahan iklim.”
Lihat Juga: 6 Kendala ICC Tak Mampu Menangkap PM Benjamin Netanyahu, Salah Satunya Arab dan Mesir Juga Tak Berkutik
“Penting untuk menyadari bahwa badai itu sendiri bukan hanya satu-satunya penyebab hilangnya nyawa,” kata Dr Kevin Collins, dosen senior bidang lingkungan dan sistem di Universitas Terbuka.
Dia memaparkan faktor lain juga berkontribusi seperti terbatasnya kemampuan Libya dalam memperkirakan dampak cuaca, sistem peringatan dan evakuasi terbatas, hingga standar perencanaan dan desain untuk infrastruktur dan kota.
“Seiring dengan perubahan iklim, pemahaman, perencanaan, dan adaptasi terhadap peristiwa yang lebih ekstrem ini perlu dilakukan oleh individu, dunia usaha, dan komunitas di semua negara.”
Prof Lizzie Kendon, profesor ilmu iklim di Institut Lingkungan Cabot Universitas Bristol, memperkirakan intensitas curah hujan lebat akan meningkat seiring dengan pemanasan dunia. Hal ini akan memicu terjadinya peristiwa-peristiwa ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Badai Daniel adalah ilustrasi dari jenis bencana banjir dahsyat yang mungkin akan semakin meningkat di masa depan, namun kejadian seperti itu bisa saja terjadi karena variabilitas alami iklim – seperti yang terjadi di masa lalu. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian sebelum mengaitkan peristiwa ekstrem tertentu dengan perubahan iklim.”
Lihat Juga: 6 Kendala ICC Tak Mampu Menangkap PM Benjamin Netanyahu, Salah Satunya Arab dan Mesir Juga Tak Berkutik
(msf)