Selain Alergen, Zat Radioaktif Ditemukan Terkandung di Indomie
loading...
A
A
A
BAGHDAD - Indomie ditarik dari peredaran di Australia. Adapun alasan penarikan karena produk tersebut tidak mencantumkan alergen berupa susu atau telur yang terkandung di dalamnya.
Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) dalam laman resminya mengungkap tiga varian Indomie yang ditarik. Masing-masing adalah Indomie Mi Goreng Rasa Rendang, Indomie Rasa Ayam Bawang (telur), dan Indomie Rasa Soto Mie.
Tak hanya FSANZ, Seorang ilmuwan dari Irak melakukan penelitian dengan menjadikan mi instan Indomie sebagai sampel. Hasilnya, Indomie dinyatakan aman dari ambang batas maksimal radioaktif yang terkandung pada makanan.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dan chanel YouTube Al-Hamidawi, A. A. (2015). NORM in Instant Noodles (Indomie) Sold in Iraq. Journal of Environmental Analytical, 2-4.
Indomie, mi instan asal Indonesia memang telah mendunia. Merek yang diperkenalkan sejak 1972 ini tercatat telah mejeng di etalase di lebih dari 100 negara.
Kelezatannya pun telah diakui dari berbagai benua, mulai dari Australia, Afrika, Asia, hingga Eropa. Bahkan, merek dagang ini telah diakusisi dan mendirikan pabrik di lebih dari 5 negara, salah satunya Saudi Arabia.
Maka, tak heran jika Indomie turut menjadi sampel penelitian di dunia yang berfokus pada mie instan.
Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Irak, mencoba mendeteksi kandungan radioaktif pada Indomie dengan menggunakan spektrometer sinar gamma.
Al-Hamidawi dalam kajiannya “NORM in Instant Noodles (Indomie) Sold in Iraq melakukan uji kandungan radionuklida (salah satu isotop yang memancarkan zat radioaktif) dengan mengambil 13 sampel mi instan dari 5 merek dagang yang tersedia di supermarket Irak.
Dari 13 sampel tersebut, 4 di antaranya merupakan merek Indomie yang diproduksi di pabrik Saudi Arabia dan 1 sampel adalah Pop Mie yang diproduksi di Indonesia.
Hasil uji coba menunjukkan, 13 sampel mi Instan tersebut mengandung radionuklida lebih rendah dari batas yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).
Rata-rata kandungan radionuklida pada mi instan berkisar antara (0,052) hingga (0,268).
Indomie mengandung radionuklida yang berada di nilai tengah, artinya tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu besar.
Secara umum, radionuklida merupakan isotop radioaktif yang memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik. Dalam konteks makanan, radionuklida berarti isotop radioaktif yang terkandung pada makanan.
Begum (2024) dalam skripsinya menuturkan bahwa radionuklida, yang merupakan inti atom tidak stabil yang mampu memancarkan radiasi, telah hadir di alam sejak bumi terbentu.
Oleh karena itu, keberadaan radionuklida pada makanan merupakan hal yang lumrah.
Radioaktif dapat terakumulasi dalam produk pangan melalui proses alami. Akan tetapi, saat ini, kandungan radionuklida dalam makanan semakin memprihatinkan sebab adanya kontaminasi lingkungan, termasuk saat pengolahan makanan.
Paparan radioaktif berlebihan dan dalam jangka panjang dari konsumsi makanan yang terkontaminasi dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan lainnya.
Apalagi, dalam situasi normal, manusia telah terpapar sumber radiasi alami maupun buatan manusia setiap hari, termasuk manusia menghirup dan menelan radionuklida dari udara.
Jika ditambah dengan habit mengonsumsi makanan olahan yang berpotensi mengandung radionuklida, tubuh akan terus-terusan menghimpun radioaktif sehingga berdampak cukup besar.
Sebab, dikutip dari WHO, yodium radioaktif baru akan mengurangi setengah radioaktivitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 8 hari. Kandungan tersebut berhenti menjadi radioaktif (meluruh) setidaknya butuh waktu beberapa minggu.
Sebagai informasi, alergen bisa didefinisikan sebagai bahan pangan atau senyawa yang dapat memicu reaksi alergi. Konsumsi makanan yang mengandung alergen dapat memberikan risiko kesehatan bagi konsumen yang memiliki alergi atau intoleransi tertentu.
.
Lihat Juga: 3 Pengusaha Mi Instan Terkaya Indonesia di 2024, Jawaranya Bos Indomie Berharta Rp204,6 T
Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) dalam laman resminya mengungkap tiga varian Indomie yang ditarik. Masing-masing adalah Indomie Mi Goreng Rasa Rendang, Indomie Rasa Ayam Bawang (telur), dan Indomie Rasa Soto Mie.
Tak hanya FSANZ, Seorang ilmuwan dari Irak melakukan penelitian dengan menjadikan mi instan Indomie sebagai sampel. Hasilnya, Indomie dinyatakan aman dari ambang batas maksimal radioaktif yang terkandung pada makanan.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dan chanel YouTube Al-Hamidawi, A. A. (2015). NORM in Instant Noodles (Indomie) Sold in Iraq. Journal of Environmental Analytical, 2-4.
Indomie, mi instan asal Indonesia memang telah mendunia. Merek yang diperkenalkan sejak 1972 ini tercatat telah mejeng di etalase di lebih dari 100 negara.
Kelezatannya pun telah diakui dari berbagai benua, mulai dari Australia, Afrika, Asia, hingga Eropa. Bahkan, merek dagang ini telah diakusisi dan mendirikan pabrik di lebih dari 5 negara, salah satunya Saudi Arabia.
Maka, tak heran jika Indomie turut menjadi sampel penelitian di dunia yang berfokus pada mie instan.
Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Irak, mencoba mendeteksi kandungan radioaktif pada Indomie dengan menggunakan spektrometer sinar gamma.
Al-Hamidawi dalam kajiannya “NORM in Instant Noodles (Indomie) Sold in Iraq melakukan uji kandungan radionuklida (salah satu isotop yang memancarkan zat radioaktif) dengan mengambil 13 sampel mi instan dari 5 merek dagang yang tersedia di supermarket Irak.
Dari 13 sampel tersebut, 4 di antaranya merupakan merek Indomie yang diproduksi di pabrik Saudi Arabia dan 1 sampel adalah Pop Mie yang diproduksi di Indonesia.
Hasil uji coba menunjukkan, 13 sampel mi Instan tersebut mengandung radionuklida lebih rendah dari batas yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).
Rata-rata kandungan radionuklida pada mi instan berkisar antara (0,052) hingga (0,268).
Indomie mengandung radionuklida yang berada di nilai tengah, artinya tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu besar.
Secara umum, radionuklida merupakan isotop radioaktif yang memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik. Dalam konteks makanan, radionuklida berarti isotop radioaktif yang terkandung pada makanan.
Begum (2024) dalam skripsinya menuturkan bahwa radionuklida, yang merupakan inti atom tidak stabil yang mampu memancarkan radiasi, telah hadir di alam sejak bumi terbentu.
Oleh karena itu, keberadaan radionuklida pada makanan merupakan hal yang lumrah.
Radioaktif dapat terakumulasi dalam produk pangan melalui proses alami. Akan tetapi, saat ini, kandungan radionuklida dalam makanan semakin memprihatinkan sebab adanya kontaminasi lingkungan, termasuk saat pengolahan makanan.
Paparan radioaktif berlebihan dan dalam jangka panjang dari konsumsi makanan yang terkontaminasi dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan lainnya.
Apalagi, dalam situasi normal, manusia telah terpapar sumber radiasi alami maupun buatan manusia setiap hari, termasuk manusia menghirup dan menelan radionuklida dari udara.
Jika ditambah dengan habit mengonsumsi makanan olahan yang berpotensi mengandung radionuklida, tubuh akan terus-terusan menghimpun radioaktif sehingga berdampak cukup besar.
Sebab, dikutip dari WHO, yodium radioaktif baru akan mengurangi setengah radioaktivitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 8 hari. Kandungan tersebut berhenti menjadi radioaktif (meluruh) setidaknya butuh waktu beberapa minggu.
Sebagai informasi, alergen bisa didefinisikan sebagai bahan pangan atau senyawa yang dapat memicu reaksi alergi. Konsumsi makanan yang mengandung alergen dapat memberikan risiko kesehatan bagi konsumen yang memiliki alergi atau intoleransi tertentu.
.
Lihat Juga: 3 Pengusaha Mi Instan Terkaya Indonesia di 2024, Jawaranya Bos Indomie Berharta Rp204,6 T
(wbs)