Cara Membuat Jadwal Sholat Berdasarkan Ilmu Astronomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jadwal sholat adalah panduan waktu yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan sholat wajib lima waktu. Penentuan waktu sholat tidak hanya didasarkan pada tradisi, tetapi juga melibatkan perhitungan ilmiah berbasis astronomi.
Proses ini mempertimbangkan posisi matahari di langit sebagai parameter utama. Berikut adalah penjelasan mendetail tentang bagaimana jadwal sholat dihitung berdasarkan ilmu astronomi.
Ketinggian Matahari (Solar Altitude): Sudut antara posisi matahari dan cakrawala.
Azimut Matahari: Sudut yang diukur dari arah utara sejati ke arah matahari.
Deklinasi Matahari: Posisi matahari relatif terhadap garis ekuator langit.
Waktu Matahari Lokal (Solar Time): Waktu yang dihitung berdasarkan pergerakan matahari di langit.
Parameter ini dihitung dengan rumus-rumus trigonometri bola menggunakan koordinat geografis lokasi pengamatan, seperti lintang dan bujur.
Subuh
Waktu subuh dimulai ketika matahari berada 18° di bawah cakrawala. Kondisi ini menandai awal fajar shadiq, yaitu cahaya putih horizontal di langit timur sebelum matahari terbit.
Rumus ketinggian matahari:
ℎ = −18°
Terbit Matahari
Waktu matahari terbit dihitung ketika tepi atas matahari mulai terlihat di cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=−0.833°−ref−par
Di mana:
ref adalah pembiasan atmosfer (sekitar 0.566°).
par adalah paralaks, yang kecil untuk matahari.
Dhuha
Waktu dhuha dimulai ketika matahari telah naik setinggi satu tombak, yang diperkirakan 7° di atas cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=7°
Dzuhur
Waktu dzuhur dimulai ketika matahari mencapai posisi tertinggi di langit (zawal), yaitu saat bayangan benda paling pendek dan mulai bergeser.
Rumus:
Waktu Dzuhur=Waktu tengah hari setempat (solar noon)
Ashar
Waktu ashar dihitung berdasarkan panjang bayangan suatu objek dibandingkan dengan tinggi objek tersebut. Mazhab Syafi’i menetapkan waktu ashar dimulai ketika panjang bayangan sama dengan panjang objek ditambah panjang bayangan pada waktu zawal.
Rumus:
h=tan −1 ( tan(Deklinasi Matahari)1+b )
Di mana
b adalah faktor perbandingan bayangan.
Maghrib
Waktu maghrib dimulai ketika tepi atas matahari berada tepat di bawah cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=−0.833°−ref−par
Isya
Waktu isya dimulai ketika matahari berada 18° di bawah cakrawala, yang menandai hilangnya cahaya senja merah.
Rumus ketinggian matahari:
h=−18°
- Kumpulkan Data Lokasi
- Lintang (latitude) dan bujur (longitude) lokasi.
- Zona waktu lokasi.
- Ambil Data Posisi Matahari Data posisi matahari (ketinggian, azimut, deklinasi) dapat dihitung menggunakan perangkat lunak seperti:
- PyEphem atau Skyfield (Python): Perangkat lunak ini menggunakan algoritma modern untuk menghitung posisi matahari.
- Aplikasi Astronomi Online: Seperti Stellarium atau NASA’s Horizon System.
- Gunakan Algoritma Waktu Matahari
- Algoritma seperti Equation of Time digunakan untuk menghitung waktu tengah hari setempat.
- Penyesuaian zona waktu dan bujur geografis dilakukan untuk menghitung waktu lokal.
- Hitung Waktu Sholat Gunakan rumus astronomi untuk menghitung masing-masing waktu sholat, sesuai ketinggian matahari yang ditetapkan.
Islamic Finder: Aplikasi global dengan jadwal sholat berdasarkan lokasi pengguna.
Muslim Pro: Aplikasi yang menggunakan data GPS untuk menyesuaikan jadwal sholat.
Kemenag RI: Kementerian Agama Republik Indonesia menyediakan jadwal sholat resmi yang dihitung berdasarkan lokasi di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Umat Muslim Melakukan Sholat Jum’at Meski ditengah Perang Israel-Hamas
Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, astronom dan ahli falak dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), menyatakan bahwa perhitungan waktu sholat berbasis astronomi adalah salah satu bukti keselarasan antara agama dan sains. "Ketepatan jadwal sholat bukan hanya tanggung jawab agama, tetapi juga tanggung jawab ilmiah,"jelasnya.
Proses ini mempertimbangkan posisi matahari di langit sebagai parameter utama. Berikut adalah penjelasan mendetail tentang bagaimana jadwal sholat dihitung berdasarkan ilmu astronomi.
1. Parameter Astronomi yang Digunakan
Penentuan waktu sholat didasarkan pada beberapa parameter astronomi utama, yaitu:Ketinggian Matahari (Solar Altitude): Sudut antara posisi matahari dan cakrawala.
Azimut Matahari: Sudut yang diukur dari arah utara sejati ke arah matahari.
Deklinasi Matahari: Posisi matahari relatif terhadap garis ekuator langit.
Waktu Matahari Lokal (Solar Time): Waktu yang dihitung berdasarkan pergerakan matahari di langit.
Parameter ini dihitung dengan rumus-rumus trigonometri bola menggunakan koordinat geografis lokasi pengamatan, seperti lintang dan bujur.
2. Rumus Dasar Astronomi untuk Jadwal Sholat
Berikut adalah perhitungan waktu sholat berdasarkan posisi matahari:Subuh
Waktu subuh dimulai ketika matahari berada 18° di bawah cakrawala. Kondisi ini menandai awal fajar shadiq, yaitu cahaya putih horizontal di langit timur sebelum matahari terbit.
Rumus ketinggian matahari:
ℎ = −18°
Terbit Matahari
Waktu matahari terbit dihitung ketika tepi atas matahari mulai terlihat di cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=−0.833°−ref−par
Di mana:
ref adalah pembiasan atmosfer (sekitar 0.566°).
par adalah paralaks, yang kecil untuk matahari.
Dhuha
Waktu dhuha dimulai ketika matahari telah naik setinggi satu tombak, yang diperkirakan 7° di atas cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=7°
Dzuhur
Waktu dzuhur dimulai ketika matahari mencapai posisi tertinggi di langit (zawal), yaitu saat bayangan benda paling pendek dan mulai bergeser.
Rumus:
Waktu Dzuhur=Waktu tengah hari setempat (solar noon)
Ashar
Waktu ashar dihitung berdasarkan panjang bayangan suatu objek dibandingkan dengan tinggi objek tersebut. Mazhab Syafi’i menetapkan waktu ashar dimulai ketika panjang bayangan sama dengan panjang objek ditambah panjang bayangan pada waktu zawal.
Rumus:
h=tan −1 ( tan(Deklinasi Matahari)1+b )
Di mana
b adalah faktor perbandingan bayangan.
Maghrib
Waktu maghrib dimulai ketika tepi atas matahari berada tepat di bawah cakrawala.
Rumus ketinggian matahari:
h=−0.833°−ref−par
Isya
Waktu isya dimulai ketika matahari berada 18° di bawah cakrawala, yang menandai hilangnya cahaya senja merah.
Rumus ketinggian matahari:
h=−18°
3. Metode Penentuan Waktu
Berikut adalah langkah-langkah praktis untuk menghitung jadwal sholat menggunakan data astronomi:- Kumpulkan Data Lokasi
- Lintang (latitude) dan bujur (longitude) lokasi.
- Zona waktu lokasi.
- Ambil Data Posisi Matahari Data posisi matahari (ketinggian, azimut, deklinasi) dapat dihitung menggunakan perangkat lunak seperti:
- PyEphem atau Skyfield (Python): Perangkat lunak ini menggunakan algoritma modern untuk menghitung posisi matahari.
- Aplikasi Astronomi Online: Seperti Stellarium atau NASA’s Horizon System.
- Gunakan Algoritma Waktu Matahari
- Algoritma seperti Equation of Time digunakan untuk menghitung waktu tengah hari setempat.
- Penyesuaian zona waktu dan bujur geografis dilakukan untuk menghitung waktu lokal.
- Hitung Waktu Sholat Gunakan rumus astronomi untuk menghitung masing-masing waktu sholat, sesuai ketinggian matahari yang ditetapkan.
4. Aplikasi Praktis
Saat ini, perhitungan waktu sholat telah dipermudah dengan berbagai aplikasi digital dan perangkat lunak. Beberapa di antaranya adalah:Islamic Finder: Aplikasi global dengan jadwal sholat berdasarkan lokasi pengguna.
Muslim Pro: Aplikasi yang menggunakan data GPS untuk menyesuaikan jadwal sholat.
Kemenag RI: Kementerian Agama Republik Indonesia menyediakan jadwal sholat resmi yang dihitung berdasarkan lokasi di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Umat Muslim Melakukan Sholat Jum’at Meski ditengah Perang Israel-Hamas
5. Relevansi dan Kepentingan Jadwal Sholat
Menurut para ulama, jadwal sholat sangat penting karena merupakan panduan ibadah yang terikat waktu. Menjaga ketepatan waktu sholat menjadi bagian dari keutamaan ibadah seorang Muslim.Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, astronom dan ahli falak dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), menyatakan bahwa perhitungan waktu sholat berbasis astronomi adalah salah satu bukti keselarasan antara agama dan sains. "Ketepatan jadwal sholat bukan hanya tanggung jawab agama, tetapi juga tanggung jawab ilmiah,"jelasnya.
(dan)