Kasus COVID-19 Global Turun, Benarkah Wabah Sudah Mencapai Puncaknya?

Kamis, 18 Maret 2021 - 23:08 WIB
loading...
Kasus COVID-19 Global...
Jumlah kasus COVID-19 dan kematian akibat virus tersebut turun signifikan. Namun kondisi ini bukan berarti COVID telah mencapai puncaknya. Foto/Ist
A A A
NEW DELHI - Kasus COVID-19 global telah turun secara signifikan sejak memuncak pada awal Januari 2021. Ilmuwan bertanya, apakah ini awal dari akhir pandemik?

Apakah dunia telah mencapai puncak COVID-19 ? Ini adalah pertanyaan yang mulai ditanyakan para ilmuwan saat angka kasus global turun dan upaya vaksinasi massal semakin cepat. Tetapi sejumlah besar varian baru yang mengancam untuk menghindari vaksin dan kekebalan alami yang ada membuat prediksi ini terlalu dini untuk memastikannya, kata para peneliti.

“Bukti awal menggembirakan, tetapi kemungkinan varian lolos dari kekebalan yang sudah ada sebelumnya menjadi perhatian yang jelas dan saat ini,” kata Caitlin Rivers, seorang ahli epidemiologi di Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland. “Ada banyak tempat di mana kekebalan populasi dan cakupan vaksin cukup rendah, dan tempat-tempat itu akan tetap rentan.”

Pada 11 Januari, ungkap Nature.com, rekor hampir 740.000 kasus baru COVID-19 dilaporkan secara global. Diikuti 2 pekan kemudian dengan catatan lebih dari 14.400 kematian dalam satu hari. Dari klimaks itu, jumlahnya terus menurun hingga 20 Februari, ketika sekitar 360.000 kasus baru dan kurang dari 9.500 kematian tercatat secara global.

Penurunan kasus dan kematian terjadi ketika program vaksinasi telah diluncurkan di seluruh dunia. Pada 16 Maret, hampir 90 juta orang telah divaksinasi penuh terhadap COVID-19, menurut laporan nasional, dan sekitar 390 juta dosis telah diberikan.

Menentukan apakah pandemi telah melewati puncaknya penting untuk menilai risiko wabah dan untuk memutuskan kapan harus mencabut pembatasan. “Ini pertanyaan jutaan dolar,” kata Rachel Baker, seorang ahli epidemiologi di Universitas Princeton di New Jersey.

Banyak Ketidakpastian
Ramanan Laxminarayan, ahli epidemiologi di Universitas Princeton berbasis di New Delhi, India, optimistis pandemik memuncak pada Januari. Lebih banyak gelombang dimungkinkan, dan mereka bahkan mungkin mencapai ketinggian regional baru. "Namun dalam hal kasus baru dan kematian secara global, yang terburuk ada di belakang kita," katanya berpendapat.

Penurunan tersebut, duga Laxminarayan, sebagian disebabkan oleh banyaknya orang yang telah tertular. Dengan lebih sedikit inang yang menginfeksi, penyebaran virus telah melambat, katanya. Ini terjadi di lingkungan perkotaan yang padat, seperti Kota New York, dan negara-negara yang terkena dampak buruk, termasuk India dan Meksiko. Tempat-tempat ini telah mengalami sebagian besar epidemi.

Negara-negara lain, Laxminarayan menambahkan, di mana proporsi penduduk yang lebih besar masih rentan terhadap penyakit -misalnya, China, Singapura dan Korea Selatan- lebih berhasil dengan penguncian dan tindakan kesehatan masyarakat lainnya, dan kemungkinan akan terus menggunakannya untuk mengendalikan wabah di masa depan.

Tetapi beberapa peneliti mendesak agar berhati-hati saat menafsirkan tren global. Mereka menunjuk pada titik buta dalam pemahaman kita tentang jumlah korban pandemik dan lamanya perlindungan terhadap infeksi ulang, serta ketidakpastian biologi virus dan perilaku orang. Kasus global sudah mulai sedikit meningkat lagi sejak akhir Februari, dan jumlah harian kasus baru saat ini berkisar sekitar 438.000.

“Masih terlalu banyak ketidakpastian untuk dapat mengatakan bahwa puncak telah berlalu,” kata Henrik Salje, ahli epidemiologi penyakit menular di Universitas Cambridge, Inggris.
(iqb)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2091 seconds (0.1#10.140)