Celana Mumi Berusia 3.200 Tahun Persis Jeans Modern, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
Untuk mencapai tujuan tersebut, arkeolog Mayke Wagner, direktur ilmiah Departemen Eurasia di Institut Arkeologi Jerman, membentuk tim ahli geologi, ahli kimia, dan perancang busana untuk melihat lebih dekat busana Turfan Man. Tujuan mereka adalah mempelajari metode penenunan untuk menciptakan kembali proses produksi asli dan mengungkap rahasia di balik pakaian tersebut.
Tim Wagner mempresentasikan temuan penelitiannya dalam Archaeological Research in Asia edisi Maret 2022. Singkatnya, mereka mengetahui bahwa celana Turfan Man dibuat dengan bantuan satu alat dan pengrajinnya menggunakan empat teknik menenun yang berbeda.
Melihat bahan celana Turfan Man tidak menunjukkan tanda-tanda pemotongan atau rajutan, peneliti Wagner berspekulasi bahwa celana tersebut ditenun dan bukan dijahit. Spekulasi ini terbukti benar. Pemeriksaan awal terhadap pakaian kuno tersebut mengungkapkan bagian-bagian celana ditenun dengan teknik yang dikenal sebagai tenunan kepar.
Yaitu jenis tenunan tekstil yang menghasilkan pola diagonal rusuk paralel, membuat kain tidak terlalu kaku dan lebih elastis, sehingga memungkinkan mobilitas pemakainya. Mengingat orang-orang yang dimakamkan di Yanghai berasal dari budaya penggembala dan penunggang kuda, penemuan ini tidak terlalu mengejutkan.
Namun yang mengejutkan adalah tenunan kepar masih merupakan hal baru ketika celana Turfan Man dibuat. Menurut Karina Grömer, arkeolog tekstil dari Natural History Museum Wina, bukti fosil tenunan kepar tertua diketahui berasal dari potongan kain tenun yang ditemukan dari tambang garam di Austria, jauh dari Cekungan Tarim Tiongkok. Tekstil ini diperkirakan setidaknya 200 tahun lebih tua dari celana Turfan Man.
Kelangkaan tenunan kepar menimbulkan pertanyaan penting tentang pengaruh budaya yang mungkin atau mungkin tidak mempengaruhi para pengrajin Tiongkok kuno ini. Hal itu juga bukti keahlian mereka. Jeans denim modern, yang terkenal karena daya tahannya, menggunakan teknik yang sama.
“Ini bukan barang untuk pemula. Ini seperti celana Rolls-Royce,” ujar Grömer, yang bukan bagian dari penelitian Wagner tetapi mempelajari pakaian tersebut beberapa tahun lalu kepada Science News.
Jenis tenun lain, yang dikenal sebagai tenun permadani, digunakan untuk kain di sekitar lutut. Dibandingkan dengan tenun kepar, tenun permadani menghasilkan lapisan kain yang lebih tebal yang berfungsi melindungi persendian pemakainya saat menunggang kuda. Terakhir, metode tenun ketiga digunakan pada bagian tepi atas celana, sehingga menghasilkan ikat pinggang yang kokoh namun cukup fleksibel untuk menjaga celana tetap di tempatnya.
Meskipun perancang busana dapat dengan mudah mengenali pola tenun, mereka tidak tahu apa-apa tentang peralatan yang mungkin digunakan oleh pengrajinnya. Tidak ada alat tenun yang ditemukan di Yanghai dan hingga kini para arkeolog tidak tahu seperti apa bentuk alat tenun kuno dari wilayah ini.
Tim Wagner mempresentasikan temuan penelitiannya dalam Archaeological Research in Asia edisi Maret 2022. Singkatnya, mereka mengetahui bahwa celana Turfan Man dibuat dengan bantuan satu alat dan pengrajinnya menggunakan empat teknik menenun yang berbeda.
Melihat bahan celana Turfan Man tidak menunjukkan tanda-tanda pemotongan atau rajutan, peneliti Wagner berspekulasi bahwa celana tersebut ditenun dan bukan dijahit. Spekulasi ini terbukti benar. Pemeriksaan awal terhadap pakaian kuno tersebut mengungkapkan bagian-bagian celana ditenun dengan teknik yang dikenal sebagai tenunan kepar.
Yaitu jenis tenunan tekstil yang menghasilkan pola diagonal rusuk paralel, membuat kain tidak terlalu kaku dan lebih elastis, sehingga memungkinkan mobilitas pemakainya. Mengingat orang-orang yang dimakamkan di Yanghai berasal dari budaya penggembala dan penunggang kuda, penemuan ini tidak terlalu mengejutkan.
Namun yang mengejutkan adalah tenunan kepar masih merupakan hal baru ketika celana Turfan Man dibuat. Menurut Karina Grömer, arkeolog tekstil dari Natural History Museum Wina, bukti fosil tenunan kepar tertua diketahui berasal dari potongan kain tenun yang ditemukan dari tambang garam di Austria, jauh dari Cekungan Tarim Tiongkok. Tekstil ini diperkirakan setidaknya 200 tahun lebih tua dari celana Turfan Man.
Kelangkaan tenunan kepar menimbulkan pertanyaan penting tentang pengaruh budaya yang mungkin atau mungkin tidak mempengaruhi para pengrajin Tiongkok kuno ini. Hal itu juga bukti keahlian mereka. Jeans denim modern, yang terkenal karena daya tahannya, menggunakan teknik yang sama.
“Ini bukan barang untuk pemula. Ini seperti celana Rolls-Royce,” ujar Grömer, yang bukan bagian dari penelitian Wagner tetapi mempelajari pakaian tersebut beberapa tahun lalu kepada Science News.
Jenis tenun lain, yang dikenal sebagai tenun permadani, digunakan untuk kain di sekitar lutut. Dibandingkan dengan tenun kepar, tenun permadani menghasilkan lapisan kain yang lebih tebal yang berfungsi melindungi persendian pemakainya saat menunggang kuda. Terakhir, metode tenun ketiga digunakan pada bagian tepi atas celana, sehingga menghasilkan ikat pinggang yang kokoh namun cukup fleksibel untuk menjaga celana tetap di tempatnya.
Meskipun perancang busana dapat dengan mudah mengenali pola tenun, mereka tidak tahu apa-apa tentang peralatan yang mungkin digunakan oleh pengrajinnya. Tidak ada alat tenun yang ditemukan di Yanghai dan hingga kini para arkeolog tidak tahu seperti apa bentuk alat tenun kuno dari wilayah ini.