Celana Mumi Berusia 3.200 Tahun Persis Jeans Modern, Kok Bisa?

Kamis, 07 September 2023 - 08:48 WIB
loading...
Celana Mumi Berusia 3.200 Tahun Persis Jeans Modern, Kok Bisa?
Para arkeolog menemukan mumi di China memakai busana persis celana jeans modern. (Foto: Big Think)
A A A
JAKARTA - Para arkeolog menemukan mumi di China memakai busana persis celana jeans modern. Cukup mengherankan memang lantaran mumi tersebut berusia 3.200 tahun.

Temuan ini bermula pada awal tahun 1970-an, ketika para arkeolog Tiongkok menemukan sisa-sisa mumi dari sekitar 500 orang yang dimakamkan lebih dari 3 ribu tahun di pemakaman Yanghai di Cekungan Tarim, wilayah luas di barat laut Tiongkok.

Ada satu jenazah yang menarik perhatian para peneliti, bukan hanya karena kondisinya terpelihara dengan baik, namun juga karena pakaiannya masih relatif utuh bahkan setelah sekian lama. Turfan Man, namanya diambil dari kota terdekat di China, memiliki koleksi pakaian cukup lengkap, bahkan jika dibandingkan dengan para Firaun di Mesir .

Menariknya lagi, celana Turfan Man berbentuk dua potongan kaki meruncing yang dihubungkan di bagian atas dengan potongan selangkangan yang memberikan mobilitas tinggi pemakainya. Desainnya persis jeans denim modern. Berusia setidaknya 3.200 tahun, celana Turfan Man diyakini sebagai celana tertua yang pernah ditemukan.

”Sebelumnya orang-orang Eropa dan Asia mengenakan gaun, jubah, tunik, togas, atau seperti yang terlihat pada tubuh Ötzi si Manusia Es yang berusia 5.300 tahun, kombinasi tiga potong cawat dan satu legging,” tulis Science News.

Fesyen adalah aspek penting dalam sejarah manusia, namun asal usul dan maknanya sering kali terabaikan. “Hal ini disebabkan oleh bias kita sendiri. Karena pakaian dipandang sebagai identik dengan kelebihan dan kemewahan,” tulis pakar kostum Olivia Warschaw dalam sebuah artikel tentang filosofi studi mode. Pakaian cenderung dianggap kurang penting dalam skema besar dibandingkan faktor-faktor seperti ekonomi, politik, sains, filsafat, atau seni rupa.



Selain itu, sebagian besar tekstur tidak dapat diawetkan seperti halnya tulang, sehingga sangat sulit bagi para arkeolog untuk membuat gambaran jelas tentang bagaimana tren mode berkembang di dunia kuno.

Kendati demikian, fesyen merupakan budaya universal dan evolusi pakaian memberi tahu banyak hal tentang orang-orang yang memakainya, mulai dari gagasan di balik praktik budaya dan agama hingga pergerakan di berbagai wilayah di dunia.

Menentukan kapan celana Turfan Man dibuat terbukti jauh lebih mudah daripada menentukan cara pembuatannya. Penanggalan karbon dan bentuk analisis lainnya memberi perkiraan usia yang cukup tepat. Namun, tidak mengungkapkan apa pun tentang teknik para pengrajin kuno dalam membuat celana.

Untuk mencapai tujuan tersebut, arkeolog Mayke Wagner, direktur ilmiah Departemen Eurasia di Institut Arkeologi Jerman, membentuk tim ahli geologi, ahli kimia, dan perancang busana untuk melihat lebih dekat busana Turfan Man. Tujuan mereka adalah mempelajari metode penenunan untuk menciptakan kembali proses produksi asli dan mengungkap rahasia di balik pakaian tersebut.

Tim Wagner mempresentasikan temuan penelitiannya dalam Archaeological Research in Asia edisi Maret 2022. Singkatnya, mereka mengetahui bahwa celana Turfan Man dibuat dengan bantuan satu alat dan pengrajinnya menggunakan empat teknik menenun yang berbeda.

Melihat bahan celana Turfan Man tidak menunjukkan tanda-tanda pemotongan atau rajutan, peneliti Wagner berspekulasi bahwa celana tersebut ditenun dan bukan dijahit. Spekulasi ini terbukti benar. Pemeriksaan awal terhadap pakaian kuno tersebut mengungkapkan bagian-bagian celana ditenun dengan teknik yang dikenal sebagai tenunan kepar.



Yaitu jenis tenunan tekstil yang menghasilkan pola diagonal rusuk paralel, membuat kain tidak terlalu kaku dan lebih elastis, sehingga memungkinkan mobilitas pemakainya. Mengingat orang-orang yang dimakamkan di Yanghai berasal dari budaya penggembala dan penunggang kuda, penemuan ini tidak terlalu mengejutkan.

Namun yang mengejutkan adalah tenunan kepar masih merupakan hal baru ketika celana Turfan Man dibuat. Menurut Karina Grömer, arkeolog tekstil dari Natural History Museum Wina, bukti fosil tenunan kepar tertua diketahui berasal dari potongan kain tenun yang ditemukan dari tambang garam di Austria, jauh dari Cekungan Tarim Tiongkok. Tekstil ini diperkirakan setidaknya 200 tahun lebih tua dari celana Turfan Man.

Kelangkaan tenunan kepar menimbulkan pertanyaan penting tentang pengaruh budaya yang mungkin atau mungkin tidak mempengaruhi para pengrajin Tiongkok kuno ini. Hal itu juga bukti keahlian mereka. Jeans denim modern, yang terkenal karena daya tahannya, menggunakan teknik yang sama.

“Ini bukan barang untuk pemula. Ini seperti celana Rolls-Royce,” ujar Grömer, yang bukan bagian dari penelitian Wagner tetapi mempelajari pakaian tersebut beberapa tahun lalu kepada Science News.

Jenis tenun lain, yang dikenal sebagai tenun permadani, digunakan untuk kain di sekitar lutut. Dibandingkan dengan tenun kepar, tenun permadani menghasilkan lapisan kain yang lebih tebal yang berfungsi melindungi persendian pemakainya saat menunggang kuda. Terakhir, metode tenun ketiga digunakan pada bagian tepi atas celana, sehingga menghasilkan ikat pinggang yang kokoh namun cukup fleksibel untuk menjaga celana tetap di tempatnya.

Meskipun perancang busana dapat dengan mudah mengenali pola tenun, mereka tidak tahu apa-apa tentang peralatan yang mungkin digunakan oleh pengrajinnya. Tidak ada alat tenun yang ditemukan di Yanghai dan hingga kini para arkeolog tidak tahu seperti apa bentuk alat tenun kuno dari wilayah ini.



Wagner berpendapat bahwa para pengrajin mungkin menggunakan alat tenun yang dapat dioperasikan dengan posisi duduk, namun ini hanyalah spekulasi.

Menurut penelitian Wagner, upaya terbaik adalah menghasilkan lebih banyak replika menggunakan berbagai perangkat tenun kuno dan kontemporer dan menentukan replika mana yang paling mendekati aslinya. Untuk membuat replika senyata mungkin, para peneliti mempekerjakan seorang ahli penenun, menggunakan bahan yang sama dengan pengrajin Tiongkok kuno. Yaitu, benang yang dipintal dari domba berbulu kasar. Bahan yang sama akan digunakan pada replika masa depan.

Arkeologi tekstil memberikan makna baru pada ungkapan “pakaian menentukan manusia”. Cara pembuatan pakaian dan alasan pemakaiannya mengajarkan banyak hal tentang peradaban kuno. Terutama peradaban yang tidak memiliki sistem penulisan sendiri. Turfan Man cukup menjadi trendsetter karena, beberapa abad setelah kematiannya, celana panjang dikenakan oleh kelompok yang berpindah-pindah di seluruh Eurasia.

Meningkatnya popularitas celana panjang, menurut penelitian arkeologi lainnya, sejalan dengan munculnya aktivitas menunggang kuda. Tidak mengherankan. Seperti disebutkan, celana Turfan Man dengan tenunan kepar dan bagian selangkangan yang fleksibel memadukan ukuran ketat dengan mobilitas yang lebih baik.

Pengrajin Yanghai telah menyempurnakan bagian selangkangan dengan sempurna. Sementara celana lain yang ditemukan di Asia Tengah menghubungkan potongan kaki dengan potongan selangkangan berbentuk persegi. Potongan celana bagian selangkangan Turfan Man lebih lebar di bagian tengah dibandingkan dengan ujungnya.

Untuk lebih memahami tujuan desain ini, tim Wagner menguji replika tersebut pada penunggang kuda tanpa pelana dan menemukan celana tersebut pas dan nyaman karena memungkinkan pengendara menjepit kakinya dengan kuat di kuda.

Seperti halnya bentuk potongan selangkangan yang dapat memberi tahu tentang gaya hidup Turfan Man, pola pada pakaian tersebut juga dapat memberi gambaran tentang hubungan budaya dan ekonomi komunitasnya.

Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Wagner. Pola T saling bertautan yang menghiasi lutut juga telah ditemukan pada bejana perunggu dari Tiongkok serta tembikar dari Siberia dan Kazakhstan.

Fakta bahwa pola aneh ini muncul secara bersamaan di Asia Tengah dan Timur menunjukkan kedua kawasan tersebut, meskipun terpisah secara geografis, sangat terhubung satu sama lain melalui kontak berkelanjutan. Hal ini kemungkinan karena kedatangan para penggembala Eurasia Barat, yang bermigrasi ke Asia dengan menunggang kuda.

Pola lain yang ditemukan pada celana Turfan Man, yaitu pola piramida berundak. Sangat mirip dengan pola pada tembikar yang dihasilkan oleh budaya Petrovka di Asia Tengah yang berkembang antara 3.900 dan 3.750 tahun lalu. Belum lagi desain arsitektur di Asia barat daya dan masyarakat Timur Tengah lebih dari 4.000 tahun lalu.

Banyak penemuan arkeologi, mulai dari migrasi penggembala Eurasia ke arah timur hingga kemungkinan asal usul tenun kepar di Eropa Timur, menunjukkan penciptaan celana pertama di dunia adalah hasil pertukaran budaya dan ekonomi antar masyarakat yang pada saat itu hampir tidak pernah berhubungan satu sama lain.

Karena alasan ini, Michael Frachetti, antropolog dari Universitas Washington di St. Louis, menyebut celana Turfan Man sebagai titik masuk untuk mengkaji bagaimana Jalur Sutra mengubah dunia.

Wagner pun sangat setuju. “Asia Tengah Bagian Timur adalah laboratorium tempat manusia, tumbuhan, hewan, pengetahuan, dan pengalaman dari berbagai arah dan sumber datang dan diubah,” katanya kepada Science News.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1534 seconds (0.1#10.140)