Fakta-Fakta Nyamuk Wolbachia, yang Dituding Berpotensi Jadi Ancaman Nasional

Jum'at, 17 November 2023 - 22:12 WIB
loading...
Fakta-Fakta Nyamuk Wolbachia, yang Dituding Berpotensi Jadi Ancaman Nasional
Wolbachia telah diteliti di Yogyakarta selama 12 tahun. (Foto: Sehat Negeriku)
A A A
JAKARTA - Tingginya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di sejumlah wilayah di Indonesia memerlukan penanganan khusus. Tak hanya dari sisi pengobatan tapi juga pencegahan.

Selain metode konvensional berupa 3 M, terobosan baru pun diciptakan lantaran banyak korban jiwa akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Salah satunya menggunakan teknologi Wolbachia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor hk.01.07/menkes/1341/2022 Tentang Penyelenggaraan pilot project penanggulangan dengue dengan Metode Wolbachia, sejumlah daerah ditetapkan sebagai lokasi pilot project. Daerah-daerah ini dipilih karena memiliki angka insiden atau kesakitan Dengue tinggi.

Jauh sebelum itu, Wolbachia telah diteliti di Yogyakarta selama 12 tahun (2011-2023). Tahapan penelitian meliputi fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).


Menuai Penolakan


Belakangan metode Wolbachia menuai pro dan kontra setelah pemerintah berencana melepaskan jutaan nyamuk pelawan Aedes aegypti di Denpasar dan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Alhasil, rencana pelepasan nyamuk Wolbachia di Denpasar sementara ditunda.

Penolakan tersebut di antaranya datang dari Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia yang diinisiasi oleh SFS Foundation, ASPEK Indonesia, dan Gladiator Bangsa.

Mereka menuntut pemerintah menghentikan rencana pelepasan 200 juta nyamuk Wolbachia di Bali dan juga di 5 daerah lainnya, yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.

Alasannya, pelepasan ratusan juta nyamuk Wolbachia dikhawatirkan membawa risiko besar. Sebab, sejauh ini belum ada studi komprehensif di kota-kota di atas terkait efektivitas program penyebaran nyamuk Wolbachia, sehingga berpotensi risiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, termasuk K3).

Risiko selanjutnya yakni berpotensi merusak industri pariwisata, serta ekonomi masyarakat setempat, dan tidak adanya pihak yang akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan dampak yang tak terhitung karena program ini. Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia dalam siaran persnya menyuarakan:

1. Due diligence Mendalam: Evaluasi menyeluruh sebelum pelepasan nyamuk.

2. Ancaman keamanan nasional: Investigasi risiko IP Technology melalui Wolbachia.

3. Transparansi Penuh: Publik harus tahu dan menyatakan persetujuan.

“Kami meminta tindakan segera untuk melindungi Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang. Darurat. Aksi Sekarang!.”


Fakta-Fakta Wolbachia


Terlepas dari pro dan kontra di atas, faktanya Kemenkes dan UGM selama bertahun-tahun telah mengkaji Metode Wolbachia di Yogyakarta. Berbagai tahapan telah dilewati sehingga sampai pada fase pilot project di lapangan.
Dilansir dari Pusat Kedokteran Tropis UGM, berikut fakta-fakta Wolbachia.

1. Bakteri Alami


Wolbachia merupakan bakteri alami di serangga dan sekitar 6 dari 10 jenis serangga di dunia termasuk kupu-kupu, lalat buah dan lebah.

2. Tidak menginfeksi manusia


Bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia atau vertebrata yang lain dan tidak menyebabkan manusia atau hewan menjadi sakit

3. Hanya bisa hidup di sel organisme hidup lain


Wolbachia merupakan endosimbion obligat, yang hanya bisa hidup di dalam sel organisme hidup lain.

4. Menurunkan replikasi virus dengue di nyamuk


Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue. Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.

Ketika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas, namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia seluruh telurnya akan menetas dan bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia, maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung Wolbachia.


5. Bukan Hasil Modifikasi Genetik


Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster.

6. Pengendalian secara biologi


WHO mengklasifikasikan Wolbachia sebagai produk pengendalian vektor baru yang masuk dalam kelas pengendalian secara biologi.

Metode Pelepasan Wolbachia

Metode pertama


Metode ini bertujuan mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti, dengan melepas nyamuk ber-Wolbachia jantan saja dalam kurun waktu tertentu sehingga telur-telur yang dihasilkan tidak menetas dan memberikan dampak berupa penurunan populasi seperti di Singapura. Pasca pelepasan dihentikan, dalam beberapa waktu populasi nyamuk akan kembali lagi sehingga diperlukan pelepasan nyamuk ulang secara periodik.

Metode kedua

Metode ini bertujuan menyebarkan Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti untuk menekan penularan virus dengue, dengan cara melepaskan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan agar sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia dan diharapkan dapat menurunkan penularan virus dengue seperti di Yogyakarta.

Efektivitas Wolbachia


Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT). Hasil studi AWED menunjukkan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86% (18).

Dari hasil studi tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group (2021)

Keamanan Wolbachia


Metode Wolbachia diklaim telah teruji. Program ini diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes Kemenkes pada 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran.

Dari hasil kajian, disimpulkan penilaian risiko pelepasan Wolbachia di Yogyakarta adalah pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, dimana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan.

Kemudian, Wolbachia tidak menginfeksi manusia, tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain dan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotic. Soal kekhawatiran melonjaknya jumlah nyamuk, disebutkan bahwa peningkatan jumlah nyamuk Aedes aegypti di area pelepasan hanya terjadi pada saat periode pelepasan. Tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah Wolbachia dilepaskan.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1793 seconds (0.1#10.140)