Varian Delta Serang Dunia, Fungsi Kekebalan Vaksin COVID-19 Dipertanyakan

Sabtu, 03 Juli 2021 - 06:01 WIB
loading...
Varian Delta Serang Dunia, Fungsi Kekebalan Vaksin COVID-19 Dipertanyakan
Ilustrasi Vaksin Virus Corona. FOTO/ DOK SINDOnews
A A A
JAKARTA - Varian delta COVID-19 telah menyebar secara global termasuk Indonesia, kemanjuran vaksin COVID-19 terhadap imun manusia kini dipertanyakan. Penentuan angka cakupan vaksinasi seharusnya didasarkan pada jenis vaksin yang digunakan, efikasi dari vaksin tersebut, serta varian galur virus yang dominan di daerah tersebut.

Hingga saat ini, terdapat setidaknya 3 jenis varian virus penyebab COVID-19, yang menimbulkan keresahan para ahli kesehatan dunia.

Seperti dilansir dari conversation, Varian B.1.1.7 yang ditemukan pertama di Inggris, telah terbukti lebih menular dan menyebabkan angka kematian 55% lebih tinggi.

Varian B.1.351 yang terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan memiliki potensi penularan antarindividu 30-80% lebih tinggi dibandingkan dengan galur murni.

Varian P.1 yang diidentifikasi di Brasil, terbukti 1.4–2.2 kali lebih menular dibandingkan dengan galur murni,

Semakin menular suatu infeksi dan semakin rendahnya efikasi vaksin, maka semakin tinggi cakupan vaksinasi yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan masyarakat.

Melihat perkembangan mutasi virus dan penyebarannya, maka untuk memastikan terwujudnya herd immunity, penentuan cakupan vaksin pada masyarakat seharusnya disesuaikan dengan varian virus yang dominan menyebar di masyarakat.

Dalam sebuah studi pemodelan, diketahui untuk dapat mencapai kekebalan masyarakat dibutuhkan setidaknya vaksinasi pada 69% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Pfizer efikasi 94,8%) atau 93% populasi (dengan pemberian vaksin produksi Oxford-AstraZeneca efikasi 70,4%).

Penelitian lain menunjukkan bahwa dengan efikasi vaksin 90%, kekebalan masyarakat dapat dicapai dengan memvaksinasi 66% populasi. Namun, vaksin dengan efikasi kurang dari 70% tidak dapat mencapai kekebalan masyarakat dan dapat mengakibatkan terjadinya wabah yang berkelanjutan.

Hasil penelitian-penelitian ini dijadikan dasar pengambilan kebijakan cakupan vaksinasi di Australia. Di negeri Kanguru cakupan vaksinasi bukan suatu angka yang mutlak.

Dari hasil penelitian yang tergambar pada Tabel 1, dengan efikasi vaksin buatan Sinovac hanya 65,3%, setidaknya 70% warga Indonesia harus divaksin (mempertimbangkan jumlah populasi yang belum bisa divaksin seperti anak-anak).

Perhitungan tersebut harus dilakukan ulang apabila jenis vaksin yang diberikan berbeda dan atau varian virus jenis lain menjadi dominan di Indonesia.

Tabel 1. Cakupan vaksin yang diperlukan untuk membentuk kekebalan kelompok berdasarkan efikasi vaksin
Varian baru SARS-CoV 2 dan implikasinya pada perkembangan vaksin

Keberadaan tiga varian baru virus COVID-19 merupakan peringatan bagi dunia, termasuk Indonesia, untuk segera mempercepat pelaksanaan vaksinasi.

Sebanyak 94 negara telah melaporkan keberadaan varian B.1.1.7, termasuk Indonesia.

Sebuah riset menunjukkan bahwa setidaknya dibutuhkan 82% populasi tervaksinasi untuk mengendalikan penyebaran varian B.1.1.7, dengan pemberian vaksin produksi Pfizer.

Selain itu, sebuah riset terbaru berbasis laboratorium berkesimpulan bahwa antibodi yang tercipta dari vaksinasi Moderna kelihatan sedikit kurang ampuh dalam membendung varian baru B.1.351. Pabrik pengembang vaksin Moderna tengah menyiapkan produksi booster(penguat) untuk mengatasi kurang ampuhnya vaksin dalam melawan varian baru B.1.351.

Riset lainnya yang lebih baru lagi (belum ditelaah rekan sejawat) menyatakan varian P.1 dapat lolos dari kekebalan yang dipicu oleh vaksin buatan Sinovac, vaksin yang kini juga dipakai di Indonesia.

Sementara itu, pemberian vaksin produksi Oxford-Astra Zeneca tidak dapat mencapai kekebalan masyarakat pada populasi yang dominan varian B.1.1.7.
(wbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2139 seconds (0.1#10.140)