Berapa Umur Bumi, Begini Cara Ahli Geologi Menghitungnya
loading...
A
A
A
Bumi kira-kira berusia 4,54 miliar tahun dan telah banyak berubah, terutama melalui proses seperti lempeng tektonik, yang menggeser kerak Bumi. Kemudian, melahirkan daratan baru dari magma dan mensubduksi daratan lama kembali ke bawah tanah.
Bagaimana ahli geologi menghitung umur Bumi yang telah berevolusi dan banyak berubah selama miliaran tahun. Menurut Becky Flowers, ahli geologi di Universitas dari Colorado Boulder, salah satu cara menghitung umur Bumi dengan melihat unsur batu yang menyusun lapisannya.
“Ketika seorang ilmuwan Bumi melihat batu, itu bukan hanya batu. Batu itu seperti memiliki cerita yang dapat coba uraikan,” kata Becky Flowers dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (15/4/2023).
Dengan mengukur unsur radioaktif dalam batuan dari Bumi dan bagian lain dari tata surya, para ilmuwan dapat mengembangkan garis waktu tahun-tahun awal planet Bumi. Ambil contoh uranium-238 radioaktif, bentuk umum uranium.
Atom-atomnya akan melepaskan energi hingga akhirnya berubah menjadi timah. Proses itu terjadi pada tingkat tetap yang dikenal sebagai waktu paruh. Ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan setengah dari atom untuk meluruh.
Waktu paruh uranium-238 lebih dari 4 miliar tahun, artinya dibutuhkan lebih dari 4 miliar tahun untuk setengah dari uranium-238 dalam sampel menjadi timbal. Ini membuatnya sempurna untuk mengukur objek yang sangat tua.
Dengan mengetahui waktu paruh ini, kita dapat menghitung berapa umur sebuah batuan berdasarkan rasio unsur radioaktif "induk" dan unsur stabil "anak" — sebuah metode yang disebut penanggalan radiometrik.
“Mineral zirkon biasanya digunakan untuk penanggalan radiometrik karena mengandung uranium dalam jumlah yang relatif besar. Penanggalan timah uranium hanyalah salah satu jenis penanggalan radiometrik,” kata Flowers.
Cara lain dengan menggunakan elemen yang berbeda, misalnya dengan penanggalan radiokarbon. Ini merupakan salah satu metode yang paling umum, menggunakan isotop karbon radioaktif yang memiliki waktu paruh ribuan tahun dan berguna untuk penanggalan bahan organik.
Dengan menggunakan metode ini, ahli geologi telah menemukan mineral di Bumi yang berumur 4,4 miliar tahun, yang berarti Bumi telah ada setidaknya selama kurun waktu itu. Jadi jika ada ilmuwan mengatakan Bumi berusia lebih dari 4,5 miliar tahun, perlu dikaji dari mana datangnya tambahan 100 juta tahun itu.
Selain dua metode itu, para ilmuwan juga dapat menggunakan penanggalan radiometrik untuk menentukan usia batuan dari bagian lain tata surya. Beberapa meteorit mengandung material yang berusia lebih dari 4,56 miliar tahun, misalnya bebatuan dari bulan dan Mars berusia sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.
Tanggal tersebut cukup dekat dengan saat para ilmuwan mengira tata surya mulai terbentuk dari awan gas dan debu yang mengelilingi matahari yang baru lahir. Dengan mengetahui semua usia relatif ini, kita dapat mulai menyusun garis waktu tentang bagaimana Bumi, bulan, Mars, dan semua batuan kecil lainnya mulai terbentuk.
“Namun transisi dari awan debu purba ke planet Bumi tidak terjadi sekaligus melainkan selama jutaan tahun,” kata Rebecca Fischer, ilmuwan Bumi dan planet di Universitas Harvard, kepada Live Science.
Bagaimana ahli geologi menghitung umur Bumi yang telah berevolusi dan banyak berubah selama miliaran tahun. Menurut Becky Flowers, ahli geologi di Universitas dari Colorado Boulder, salah satu cara menghitung umur Bumi dengan melihat unsur batu yang menyusun lapisannya.
“Ketika seorang ilmuwan Bumi melihat batu, itu bukan hanya batu. Batu itu seperti memiliki cerita yang dapat coba uraikan,” kata Becky Flowers dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (15/4/2023).
Dengan mengukur unsur radioaktif dalam batuan dari Bumi dan bagian lain dari tata surya, para ilmuwan dapat mengembangkan garis waktu tahun-tahun awal planet Bumi. Ambil contoh uranium-238 radioaktif, bentuk umum uranium.
Atom-atomnya akan melepaskan energi hingga akhirnya berubah menjadi timah. Proses itu terjadi pada tingkat tetap yang dikenal sebagai waktu paruh. Ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan setengah dari atom untuk meluruh.
Waktu paruh uranium-238 lebih dari 4 miliar tahun, artinya dibutuhkan lebih dari 4 miliar tahun untuk setengah dari uranium-238 dalam sampel menjadi timbal. Ini membuatnya sempurna untuk mengukur objek yang sangat tua.
Dengan mengetahui waktu paruh ini, kita dapat menghitung berapa umur sebuah batuan berdasarkan rasio unsur radioaktif "induk" dan unsur stabil "anak" — sebuah metode yang disebut penanggalan radiometrik.
“Mineral zirkon biasanya digunakan untuk penanggalan radiometrik karena mengandung uranium dalam jumlah yang relatif besar. Penanggalan timah uranium hanyalah salah satu jenis penanggalan radiometrik,” kata Flowers.
Cara lain dengan menggunakan elemen yang berbeda, misalnya dengan penanggalan radiokarbon. Ini merupakan salah satu metode yang paling umum, menggunakan isotop karbon radioaktif yang memiliki waktu paruh ribuan tahun dan berguna untuk penanggalan bahan organik.
Dengan menggunakan metode ini, ahli geologi telah menemukan mineral di Bumi yang berumur 4,4 miliar tahun, yang berarti Bumi telah ada setidaknya selama kurun waktu itu. Jadi jika ada ilmuwan mengatakan Bumi berusia lebih dari 4,5 miliar tahun, perlu dikaji dari mana datangnya tambahan 100 juta tahun itu.
Selain dua metode itu, para ilmuwan juga dapat menggunakan penanggalan radiometrik untuk menentukan usia batuan dari bagian lain tata surya. Beberapa meteorit mengandung material yang berusia lebih dari 4,56 miliar tahun, misalnya bebatuan dari bulan dan Mars berusia sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.
Tanggal tersebut cukup dekat dengan saat para ilmuwan mengira tata surya mulai terbentuk dari awan gas dan debu yang mengelilingi matahari yang baru lahir. Dengan mengetahui semua usia relatif ini, kita dapat mulai menyusun garis waktu tentang bagaimana Bumi, bulan, Mars, dan semua batuan kecil lainnya mulai terbentuk.
“Namun transisi dari awan debu purba ke planet Bumi tidak terjadi sekaligus melainkan selama jutaan tahun,” kata Rebecca Fischer, ilmuwan Bumi dan planet di Universitas Harvard, kepada Live Science.
(wib)