5 Kiamat Kecil yang Membuat Manusia Nyaris Punah, Salah Satunya dari Indonesia

Rabu, 13 September 2023 - 19:35 WIB
loading...
5 Kiamat Kecil yang Membuat Manusia Nyaris Punah, Salah Satunya dari Indonesia
Manusia sudah pernah lima kali terancam punah karena faktor bencana alam. (Foto: Harvard.Edu)
A A A
JAKARTA - Manusia seperti makhluk hidup lain berpotensi punah. Namun, dengan populasi sebanyak delapan miliar orang yang kini hidup di bumi, kemungkinan manusia punah dalam waktu dekat tampaknya mustahil terjadi. Kecuali jika terjadi ledakan nuklir atau bencana luar biasa.

Namun meskipun populasi manusia terus meningkat pesat ancaman kepunahan selalu ada. Faktanya tercatat ada lima peristiwa kiamat kecil sepanjang sejarah di mana umat manusia berada dalam bahaya kepunahan. Salah satunya karena letusan gunung berapi super 70.000 tahun lalu yang hampir membuat manusia punah seperti dinosaurus.

Berikut lima peristiwa kiamat kecil yang pernah membuat manusia nyaris punah dalam sejarah peradaban dunia, dikutip dari Daily Mail, Rabu (13/9/2023).

1. Zaman Es

Diperlukan waktu hingga tahun 1804 agar populasi dunia mencapai satu miliar, tahun 1927 melampaui dua miliar, dan tahun 1960 mencapai tiga miliar. Baru enam dekade setelahnya, jumlah manusia melonjak hingga lebih dari delapan miliar. Namun, jika diputar ulang 1,2 juta tahun lalu, segalanya sangat berbeda. Para peneliti memperkirakan seluruh umat manusia hanya berjumlah 26 ribu orang saat itu.

Yang lebih parah lagi, populasi yang berkembang biak berjumlah sekitar 18.000. Artinya jumlah manusia pada masa itu lebih sedikit dibandingkan jumlah gorila saat ini. Jadi apa penyebab penurunan populasi manusia saat itu? Bukti fosil menunjukkan anggota genus Homo menyebar ke seluruh Afrika, Asia, dan Eropa?



Para ilmuwan tidak yakin, tapi mereka tahu ada peristiwa tingkat kepunahan yang memusnahkan manusia purba dari Eropa pada waktu yang hampir bersamaan. Zaman es yang sebelumnya tidak diketahui mendorong iklim Eropa melampaui toleransi manusia purba.

Sedimen laut dari 1,1 juta tahun yang lalu menunjukkan suhu tiba-tiba turun lebih dari 5°C, yang menurut para ilmuwan membuat nenek moyang manusia mustahil bertahan hidup karena tidak memiliki pemanas atau pakaian hangat. Absennya spesies kita di benua Eropa berlangsung sekitar 200 ribu tahun, sebelum manusia beradaptasi dan kembali.

2. Pleistosen Tengah

Periode pendinginan parah lainnya menempatkan manusia pada risiko antara 800 ribu dan 900 ribu tahun lalu.

Saking tidak pastinya, populasi nenek moyang manusia turun menjadi hanya 1.280 individu selama periode sejarah bumi yang dikenal sebagai Pleistosen Tengah. Kondisi ini berlangsung sekitar 117 ribu tahun dan merupakan ancaman bagi umat manusia.

Penurunan ini juga terjadi bersamaan dengan perubahan iklim yang menyebabkan periode glasiasi panjang, penurunan suhu permukaan laut, kekeringan berkepanjangan di Afrika dan Eurasia, serta hilangnya spesies lain yang menjadi sumber makanan.

Nenek moyang terakhir kita dengan Neanderthal, dan spesies manusia punah lainnya yang disebut Denisovan, juga diperkirakan hidup pada periode ini.

“Kita tahu bahwa antara sekitar 900 ribu dan 600 ribu tahun lalu, catatan fosil di Afrika sangat langka, bahkan hampir tidak ada, sementara sebelum dan sesudahnya kita memiliki lebih banyak bukti fosil,” ujar Profesor Giorgio Manzi, penulis senior penelitian dan antropolog di Universitas Sapienza Roma.

Hal yang sama juga berlaku untuk Eurasia. Misalnya, di Eropa ada spesies yang dikenal sekitar 800.000 tahun lalu dan kemudian tidak ada lagi selama sekitar 200.000 tahun.

Profesor Chris Stringer, kepala asal usul manusia di Museum Sejarah Alam di London, mengatakan keadaannya sangat mengerikan sehingga luar biasa spesies manusia bisa bertahan.

“Untuk populasi sebesar itu, hanya diperlukan satu peristiwa iklim buruk, sebuah epidemi, letusan gunung berapi, dan manusia akan musnah,” katanya kepada Guardian.

3. Fase Glasial

Sekitar 195 ribu tahun lalu, dunia kembali mengalami perubahan besar. Gurun dan gletser mulai meluas, menyebabkan suhu turun dan menghancurkan habitat di wilayah yang menjadi dingin dan kering.

Tidak jelas alasannya, namun kelompok manusia di Afrika mulai terpecah, yang kemudian menyebabkan jumlah manusia menurun drastis sekitar 150.000 tahun lalu.

Benua ini sebagian besar merupakan satu-satunya tempat di mana Homo sapiens atau manusia modern, hidup hingga sekitar 50 ribu tahun lalu. Namun skala fase glasial begitu mengancam sehingga beberapa ilmuwan yakin jumlah perkembangbiakan turun hingga hanya 600 individu.

Mereka yang bertahan hidup tampaknya berkembang setelah menetap di tepi laut di tempat yang sekarang disebut Afrika Selatan. Hal ini penting karena daerah tersebut kaya tanaman yang menyimpan energinya di bawah permukaan tanah, serta memiliki perairan yang relatif hangat di dekatnya sehingga memungkinkan kerang untuk berkembang biak.

Kedua faktor ini memberi Homo sapiens makanan yang cukup untuk bertahan hidup dan memungkinkan spesies berevolusi menjadi manusia seperti sekarang ini.

4. Letusan Toba

Manusia jelas tidak bisa bertahan dalam peristiwa pendinginan ekstrem, namun ada ancaman yang sangat berbeda yang hampir memusnahkan manusia lebih dari 70 ribu tahun lalu. Alih-alih zaman es, ini adalah letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah yang hampir mengakhiri keberadaan umat manusia.

Letusan super Toba mengeluarkan sekitar 720 mil kubik (3.000 km kubik) batuan dan abu yang tersebar ke seluruh dunia. Menghalangi sinar matahari dan menciptakan musim dingin vulkanik yang berlangsung setidaknya satu dekade.



Bencana tersebut sedemikian besarnya hingga membunuh sejumlah besar kehidupan hewan dan tumbuhan. Juga menyebabkan populasi manusia hanya tinggal beberapa ribu orang saja.

Diperkirakan populasi yang tersisa hanya terbatas di beberapa bagian Afrika, namun pada tahun 2020 sebuah penelitian menemukan bukti bahwa manusia di India juga selamat dari dampak tersebut. Para peneliti menilai catatan lapisan batuan berusia 80.000 tahun dari situs Dhaba di Lembah Anak Tengah, India utara.

Ditemukannya alat-alat yang terbuat dari batu bertepatan dengan waktu terjadinya peristiwa Toba, menandakan manusia di India sudah menggunakan alat-alat Zaman Batu ketika terjadi letusan. Situs tersebut membuktikan bahwa penggunaan alat-alat tersebut tetap ada setelah peristiwa bencana yang menciptakan musim dingin selama satu dekade. Bukti bahwa orang-orang yang menciptakan alat-alat tersebut selamat.

Letusan Toba sangat dahsyat sehingga yang tersisa dari gunung tersebut hanyalah Danau Toba yang sangat besar, yang membentang sepanjang 62 mil (100 kilometer), lebar 19 mil (30 km), dan kedalaman hingga 1.657 kaki (505 meter).

Letusan ini terjadi 74.000 tahun yang lalu di pulau Sumatra, Indonesia, dan berukuran sekitar 5.000 kali lebih besar dibandingkan letusan Gunung St Helens pada 1980an.

5. Perubahan Iklim 40 Ribu Tahun Lalu

Perubahan iklim mungkin menjadi salah satu perdebatan terbesar saat ini. Namun antara 25.000 dan 40.000 tahun lalu, hal inilah yang bisa memusnahkan salah satu sepupu manusia yang paling terkenal.

Analisis komputer pada 2020 menunjukkan bahwa Neanderthal mungkin gagal beradaptasi dengan perubahan iklim yang cepat, meskipun ada juga pendapat bahwa kedatangan Homo sapiens dari Afrika dapat menyebabkan perebutan sumber daya.

Pada akhirnya, beberapa ahli berpendapat, kecerdasan superior yang dimiliki manusia modern memberi keunggulan dalam pertarungan ini dan menyebabkan kepunahan Neanderthal . Namun, penelitian yang diterbitkan tiga tahun lalu menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena Neanderthal kehilangan sebagian besar ceruk iklimnya.

Hal ini menggambarkan suatu lokasi yang kondisinya tepat bagi spesies tersebut untuk bertahan hidup, tidak terlalu panas, kering, dingin, atau tandus. Para peneliti menyelidiki suhu, curah hujan, dan data lainnya selama lima juta tahun terakhir untuk mendapatkan ukuran iklim setiap 1.000 tahun.

Hal ini memungkinkan mereka mengemukakan teori tentang mengapa perubahan iklim telah membunuh Neanderthal antara 25.000 dan 40.000 tahun lalu. Spesies manusia purba lainnya, Homo floresiensis, yang dijuluki 'hobbit' juga punah pada masa ini, meski apa yang terjadi pada mereka masih menjadi misteri.

Hal ini berarti Homo sapiens menjadi satu-satunya spesies yang bertahan hidup dalam pohon keluarga manusia yang dulunya beragam, sehingga jumlahnya bisa bertambah menjadi lebih dari delapan miliar individu.

Jadi kapan spesies manusia akan punah?

Para ilmuwan yakin hal itu tidak akan terjadi dalam satu miliar tahun lagi. Saat matahari yang semakin membesar menyebabkan Bumi menjadi seperti Venus dan membuat semua kehidupan di punah. Namun, satu miliar tahun adalah waktu yang lama, apalagi mengingat para ilmuwan tahun ini menempatkan Jam Kiamat pada rekor 90 detik menjelang tengah malam.

Jadi, jika terjadi kiamat global, apa penyebab hilangnya semua kehidupan di Bumi?

Lubang hitam yang berkeliaran, dampak asteroid raksasa, dan perang nuklir dapat memicu bencana tersebut, seperti munculnya robot pembunuh atau pembalikan medan magnet Bumi.

Para ahli risiko bencana berpendapat ada kemungkinan 6 persen manusia akan punah hanya dalam 77 tahun. Sementara fisikawan Stephen Hawking mengatakan manusia mungkin harus mencari planet lain untuk hidup dalam waktu 1.000 tahun jika ingin bertahan.

Yang lain berpendapat spesies mamalia biasanya bertahan sekitar 1 juta tahun sebelum punah. Jika kita memperhitungkan manusia modern berevolusi sekitar 200 ribu tahun lalu, berarti masih memiliki 800 ribu tahun lagi di planet ini.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1075 seconds (0.1#10.140)