Ini Kota Terpanas di Dunia, tapi Penduduknya Kaya Raya

Rabu, 20 Maret 2024 - 18:06 WIB
loading...
Ini Kota Terpanas di Dunia, tapi Penduduknya Kaya Raya
Kuwait City dinobatkan sebagai salah satu kota terpanas di dunia. (Foto: AFP)
A A A
JAKARTA - Kuwait City dinobatkan sebagai salah satu kota terpanas di dunia, dengan suhu musim panas mencapai 52°C. Bahkan, stasiun cuaca Mitribah pernah mencatat rekor suhu 54°C pada tahun 2016. Kendati demikian, penduduk kota ini dikenal kaya raya berkat minyak yang melimpah.

Pada tahun 2021, termometer di Kuwait City menembus angka 50°C selama 19 hari. Negara ini memanas lebih cepat daripada rata-rata global dan para ilmuwan memperkirakan suhu di sana akan naik 5,5°C pada akhir abad ini.

Dilansir dari Express, Rabu (20/3/2024), kondisi ekstrem ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Curah hujan tahunan di Kuwait terus menurun dan frekuensi serta intensitas badai pasir pun meningkat. Laporan menyebutkan burung-burung mati jatuh dari langit dan kuda laut mendidih di teluk. Hal ini bukan hanya ancaman bagi alam, tapi juga manusia.

Suhu 50°C tidak hanya tidak sehat, tetapi juga berbahaya bagi manusia. Paparan panas yang berkepanjangan dapat menyebabkan kelelahan akibat panas, masalah kardiovaskular, dan bahkan kematian.


Dampak Sosial dan Ekonomi


Kondisi ekstrem ini membuat Kota Kuwait semakin tidak layak huni. Penduduk setempat memahami situasi ini. Kepada AFP, pedagang kurma Abdullah Ashkanani mengatakan bahwa konsumsi energi yang berlebihan telah membawa panas ini ke Kuwait.

Tahun ini, untuk pertama kalinya, pemerintah Kuwait mengeluarkan peraturan yang mengizinkan pemakaman dilakukan pada malam hari. Pernah menjadi pusat perdagangan dan perikanan yang berkembang pesat, dijuluki Marseilles of the Gulf, penemuan minyak pada tahun 1930-an mengubah wajah Kota Kuwait.

Orang kaya yang memiliki cadangan minyak dan mereka yang mampu membelinya jarang keluar rumah. Mereka lebih memilih kenyamanan AC di rumah, kantor, atau pusat perbelanjaan lokal. Bahkan ada seluruh jalan perbelanjaan dalam ruangan, dihiasi pohon palem dan butik bergaya Eropa.

Namun, jalanan di Kuwait City tidak sepenuhnya sepi. Para pekerja migran, sebagian besar berasal dari negara-negara Arab, Asia Selatan dan Tenggara, membentuk sekitar 70 persen dari populasi negara itu. Berkat sistem kafala yang kontroversial, mereka berbondong-bondong ke Kuwait untuk mencari nafkah di bidang konstruksi atau layanan domestik.



Penelitian yang diterbitkan oleh Institute of Physics tahun lalu menemukan bahwa pekerja migran sangat rentan terhadap efek kesehatan yang merugikan akibat paparan panas. Penelitian tersebut mengklaim, pada akhir abad ini, perubahan iklim dapat meningkatkan jumlah kematian terkait panas sebesar 5,1 persen menjadi 11,7 persen di seluruh populasi, tetapi bisa mencapai 15 persen untuk non-warga Kuwait.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1175 seconds (0.1#10.140)