Pesawat Hidrogen Siap Terbang

Rabu, 23 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
A A A
Sebagian besar hidrogen yang digunakan saat ini merupakan hasil ekstraksi dari gas alam. Namun, Airbus menyatakan hidrogen yang mereka gunakan merupakan hasil produksi dari energi terbarukan dan ekstraksi air dengan teknologi elektrolisis. Prosesnya bebas karbon, tapi harganya masih jauh lebih mahal dibanding bahan bakar fosil.

Airbus mengakui penggunaan hidrogen dalam skala besar harus dibarengi dengan investasi besar untuk pembangunan infrastruktur. ”Transisi menuju bahan bakar hidrogen sebagai sumber tenaga utama pesawat akan memerlukan aksi berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama penerbangan,” kata Vittadini.

Sementara itu, produsen pesawat asal Rusia, Tupolev, telah membuat purwarupa pesawat bertenaga hidrogen yang diberi nama Tu-155. Pesawat itu telah menjalani misi penerbangan pada 1989. Pesawat eksperimen itu mampu terbang dengan berbahan hidrogen cair. (Baca juga: Duh! Pemerintah Tambah Sempoyongan Tanggung Beban Utang)

Kemudian, Boeing Research & Technology Europe (BR&TE) juga membuat pesawat sipil bernama Diamond Aircraft Industries DA20 dengan bahan bakar hidrogen cair. Boeing juga mengumumkan Boeing Theator yang hanya membutuhkan 45 kW untuk lepas landas dan 20 kW selama penerbangan. Pada Juli 2010, Boeing juga merilis pesawat bertenaga hidrogen bernama Phantom Eye UAV, yang menggunakan Ford Motor Company.

Selain itu, Lange Aviation GmbH dan pusat antariksa Jerman juga membuat pesawat bertenaga hidrogen yang diberi nama Antares DLR-H2. Pesawat tersebut menggunakan energi bertenaga rendah dari hidrogen.

Pesawat Hidrogen Siap Terbang


Pada 2010, pesawat bertenaga hidrogen pertama di Eropa dan dunia bernama Rapid 200-FC menjalani enam kali uji terbang. HY4 juga menjadi pesawat penumpang sipil dengan bertenaga hidrogen yang menjalani uji terbang di Stuttgart, Jerman pada September 2016.

Lockheed CL-400 Suntan merupakan pesawat purwarupa berbahan hidrogen yang gagal. Program itu dibatalkan pada 1958. Padahal, pesawat itu diprediksi bisa menggantikan pesawat pengebom U-2. Pesawat itu mampu terbang di atas ketinggian 30.000 kaki dan mampu terbang dengan durasi 25 jam.

Perusahaan lain juga berupaya membuat pesawat ramah lingkungan. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) telah menciptakan pesawat kecil eCaravan. Pesawat modifikasi dari pesawat Cessna Caravan 208B itu telah mengalami kemajuan dari bahan bakar konvensional menjadi listrik. Kini, eCaravan menjadi pesawat listrik terbesar yang sukses mengudara di langit AS. (Baca juga: Arab Saudi Siap-siap Cabut Larangan Umrah)

Perbedaan antara energi listrik dan konvensional sangat jauh, bahkan terpisah 14 kali lipat. Namun, energi listrik diyakini akan dapat berfungsi secara lebih efektif dan hemat. Susan Liscouët-Hanke, insinyur penerbangan dari Concordia University, mengatakan saat ini energi konvensional belum dapat digantikan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1804 seconds (0.1#10.140)