Ada Sejak 7.000 Tahun Silam, Astronomi Berasal dari Pemburu Purba Afrika

Sabtu, 24 April 2021 - 18:07 WIB
loading...
Ada Sejak 7.000 Tahun Silam, Astronomi Berasal dari Pemburu Purba Afrika
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Pada sekitar 7.000 tahun silam, manusia purba nomaden di yang hidup di padang sabana Afrika, dipercaya sebagai manusia pertama yang mencatat pergerakan bintang-bintang di situs Nabta Playa.

Mereka merupakan sekelompok pemburu dan peramu hewan-hewan ternak, karena digunakan juga untuk ritual penyembahan terhadap hewan tersebut.



Lingkaran batu tertua di situs ini mereka bangun untuk menandai Solstis Utara dan penanda musim lainnya. Tujuannya untuk menjamin ketersediaan air dan pangan di kelompok tersebut.

Pengamatan ini menandai awal dari kemunculan astronomi sebelum akhirnya menjadi semapan saat ini. Tapi sebenarnya tidak hanya dalam astronomi saja, disiplin keilmuan lainnya juga membutuhkan pengamatan ribuan tahun agar bisa menjadi yang diketahui sekarang.

Nabta Playa menjadi tonggak pengamatan astronomi, sebelum kemudian disusul oleh peradaban kuno, seperti bangsa Mesir, Amerika Tengah, India, China, Eropa, dan Nusantara.

"Pengamatan dan perbendaharaan astronomi ini menjadi penting karena dapat mendukung tatanan masyarakat agraris yang terhitung maju di saat itu," tulis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dilansir dari laman resminya, Sabtu (24/4/2021).



Keilmuan serupa juga sudah diterapkan di Indonesia dulu dengan berbagai sebutan, seperti Banyak Angrem atau Klapa Doyong (padanan dari Scorpius), Kidang atau Waluku (padanan dari Orion), Gubug Penceng (padanan dari Crux).

Selain itu, ada juga Gumarang (padanan dari Taurus) dan Wulanjar Ngirim (padanan dari Centaur). Nama-nama tersebut sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam kegiatan pertanian dan penanda musim.

Terlepas dari pemaknaan benda-benda langit oleh manusia purba sebagai entitas religius, pengamatan dan pencatatan dari setiap perubahan dan mengaitkannya dengan kondisi alam, merupakan upaya yang cermat.

Di sisi lain, nama-nama bintang dan konstelasi yang umum diketahui saat ini, diawali dari peradaban Mesopotamia yang menandai era kebangkitan pertanian.

Adapun peradaban kuno di bawah Mesopotamia seperti Sumeria, Asyur, dan Babilonia, semakin melaju seiring pesatnya kajian mengenai perbintangan.



"Meskipun nama-nama bintang dan konstelasi diadopsi dari peradaban Yunani Kuno, jika ditelurusi pangkalnya ke peradaban Babilonia," jelas LAPAN.

Kendati demikian, penamaan bintang-bintang tertentu justru diduga diawali dari orang Sumeria. Ini menjadi isyarat bahwa sebelum sejarah mencatat pengamatan astronomis , perbendaharaan mengenai perbintangan sudah sejak lama berlangsung.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2359 seconds (0.1#10.140)